Seorang juru kamera berita televisi ditembak mati di sebuah daerah Kolombia dimana ia mendapat ancaman pembunuhan beberapa bulan sebelumnya, kata sebuah kelompok pers, seperti dikutip Antara.
Menurut Lembaga Pers Bebas Kolombia, Yonni Steven Caicedo (21) dibunuh Rabu di kota Buenaventura di wilayah barat negara tersebut. “Ia ditembak oleh dua orang bersenjata,” kata lembaga itu.
Caicedo, yang bekerja untuk stasiun televisi lokal namun tidak sedang bertugas pada saat serangan itu, terpaksa meninggalkan daerah Comuna tujuh bulan lalu ketika ia berusaha mengambil gambar video di sana setelah terjadi pembunuhan.
Atas saran polisi, ia meninggalkan Buenaventura demi keselamatannya namun kembali lagi awal tahun ini.
Lembaga pers itu menuntut penyelidikan menyeluruh dan mengungkapkan keprihatinan atas tindak lanjut pihak berwenang setempat atas insiden terdahulu.
Lembaga itu mengatakan, 41 pembunuhan terjadi di Buenaventura sepanjang tahun ini. Sejak 1992, 41 wartawan tewas di Kolombia, urutan kelima dunia menyangkut pembunuhan wartawan yang tidak terpecahkan.
Belum diketahui apakah pembunuhan terakhir itu terkait dengan pertikaian antara pemerintah Kolombia dan kelompok pemberontak FARC.
Selama lebih dari setahun, pemerintah Presiden Juan Manuel Santos dan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) melakukan perundingan perdamaian di Kuba dengan tujuan mengakhiri konflik terlama Amerika Latin itu.
Dari lima poin agenda, kedua pihak sejauh ini baru mencapai dua kesepakatan — reformasi tanah dan keikutsertaan kelompok pemberontak itu dalam politik jika mereka mengakiri perang yang telah berlangsung hampir 50 tahun. Masalah-masalah lain yang diagendakan adalah perdagangan narkoba, ganti-rugi korban perang dan diakhirinya konflik.
FARC untuk pertama kali telah mengakui sebagian tanggung jawab atas pertumpahan darah puluhan tahun, yang mengisyaratkan perubahan berarti dalam sikap mereka karena selama ini kelompok itu tetap mengklaim bahwa anggota-anggotanya menjadi korban penindasan pemerintah.
Pemerintah Kolombia dan FARC memulai dialog di Oslo, ibu kota Norwegia, pada 18 Oktober 2012 yang bertujuan mengakhiri konflik setengah abad yang telah menewaskan ratusan ribu orang. Perundingan itu dilanjutkan sebulan kemudian di Havana, Kuba.
Babak perundingan terakhir yang diadakan pada 2002 gagal ketika pemerintah Kolombia menyimpulkan bahwa kelompok itu menyatukan diri lagi di sebuah zona demiliterisasi seluas Swiss yang mereka bentuk untuk membantu mencapai perjanjian perdamaian.
Kekerasan masih terus berlangsung meski upaya-upaya perdamaian dilakukan oleh kedua pihak.
FARC, kelompok gerilya kiri terbesar yang masih tersisa di Amerika Latin, diyakini memiliki sekitar 9.200 anggota di kawasan hutan dan pegunungan di Kolombia, menurut perkiraan pemerintah. Kelompok itu memerangi pemerintah Kolombia sejak 1964. (ant/fik)