Upaya melapokan delapan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilkada Jawa Timur ke Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Polri (Bareskrim Mabes Polri) dinilai akan sia-sia. Bahkan pelapor dinilai tak faham soal sengketa di MK.
Joko Pujianto, koordinator LSM Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera), Sabtu (8/2/2014) mengatakan bahwa putusan yang dihasilkan oleh MK adalah final dan mengikat. “Semua orang tahu putusan MK itu mengikat,” kata Joko.
Sekadar diketahui, Forum Korban Putusan MK berdaulat (FKPMB) pada Jumat (7/2/2014) kemarin sempat melaporkan delapan hakim konstitusi ke Bareskrim Mabes Polri karena diduga memalsukan putusan sengketa Pilkada Jawa Timur.
Menurut Joko, laporan yang lakukan oleh Tim Pemenangan Berkah adalah menuduh bahwa hakim MK telah memproduksi putusan palsu untuk kemenangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (Karsa). Bahkan, Hakim MK dituduh melakukan kejahatan subversif.
“Logikanya jika mereka (Tim Berkah) melaporkan adanya putusan Palsu berarti meraka punya putusan asli dong. Nah, sekarang putusan asli itu apakah benar-benar asli dan bisa ditunjukkan kepada penyidik jika laporan tersebut diterima,” kata dia.
Manuver yang dilakukan Tim Berkah terkesan membabi buta setelah keluar pernyataan dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang menyatakan bahwa pelantikkan Gubernur dan wakil Gubernur akan seusai jadwal yakni pada tanggal 12 Februari.
Tak hanya itu, partai utama pengusung pasangan Berkah yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pun sepakat dengan jadwal itu. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini juga mengatakan, Dalam mencari kebenaran, tentunya polisi akan mencari dua alat bukti untuk dijadikan acuan.
Kemudian terkait dugaan manipulasi putusan sehingga Karsa menang di Pilgub Jawa Timur juga tidak beralasan. Proses persidangan di MK dilakukan secara terbuka. Semua orang tahu bahwa, dalih dan bukti yang diajukan pasangan Berkah dalam persidangan itu dapat dimentahkan oleh KPU Jawa Timur selaku Termohon dan Pasangan Karsa selaku termohon terkait.
“Mereka dasarnya ya pernyataan Akil Mochtar itu yang menyebut skor 2;1 saat rapat panel Hakim MK. Padahal, keputusan MK khan harus berdasarkan rapat Pleno yang minimal dihadiri Tujuh Hakim MK,” kata Joko. (fik/ipg)