Selama tiga tahun menangani lokalisasi, pemerintah Jawa Timur berhasil menutup setidaknya 22 lokalisasi besar dari total jumlah lokalisasi besar yang mencapai 41 titik.
“Dari yang berhasil kita tutup, saat ini jumlah WTS tinggal 5.121. Padahal pada tahun 2010 silam jumlahnya mencapai 7.127 orang,” kata Ratnadi Ismaon, Kepala Biro Administrasi Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Jawa Timur, Jumat (7/2/2014).
Menurut Ratnadi, beberapa lokalisasi yang berhasil ditutup di antaranya adalah Dupak Bangunsari, Moroseneng, lantas beberapa lokalisasi di Tulungagung, Blitar serta Banyuwangi.
Untuk tahun 2014 ini, beberapa lokalisasi yang akan ditutup di antaranya berada di Nganjuk, serta Banyuwangi. “Kami mulai melakukan pengkondisian semoga lancar semua bisa diselesaikan,” kata Ratnadi.
Ratnadi mengatakan, penutupan lokalisasi ini merupakan amanat dari Undang-undang nomor 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang; serta UU nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial.
Terkait hal ini, Soekarwo juga telah mengeluarkan surat nomor 460 tertanggal 20 Oktober tahun 2011 tentang penanganan lokalisasi.
Sementara itu, yang menjadi hambatan pemberantasan praktek prostitusi, kata Ratnadi, adalah mulai menjamurnya tempat-tempat karaoke, panti pijat yang juga melayani jasa prostitusi.
“Lokalisasi mudah diberantas, tapi prostitusi yang sulit,” kata Ratnadi. Ke depan, setelah seluruh lokalisasi berhasi ditutup, pemerintah juga berencana menertibkan seluruh usaha yang beralih fungsi sebagai bisnis prostitusi. (fik/ipg)