Ekstrakurikuler di sekolah bisa menjadi alternatif mengajarkan pendidikan kebencanaan di kalangan pelajar. Arif Nur Kholis Fasilitator Nasional Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) yakin, ini merupakan solusi ketika pendidikan kebencanaan belum benar-benar diwajibkan di Indonesia.
Saat ini, pendidikan kebencanaan hanya sebatas imbauan dan diperbolehkan. Belum ada regulasi yang mewajibkan pendidikan kebencaan untuk diajarkan di sekolah.
Menurut Arif, beberapa ekstrakurikuler sangat cocok dikembangkan sehingga pendidikan kebencanaan bisa terakomodir. Salah satunya Pramuka dan Palang Merah Remaja (PMR).
“Kalau Pramuka, PMR, itu kan bisa. Ruangnya lebih luas. Itu lebih bisa dipakai disitu. Pramuka wajib kan. Pramuka kan mudah berkembang tanpa perlu aturan ribet. Misal selama ini dikembangkan membuat peta, kenapa gak dikembangkan peta evakuasi. Pramuka selama ini mengenal lingkungan, gimana cara mencegah longsor, misalkan,” jelas Arif pada Minggu (25/8/2019).
“Di PMR, selama ini diajari menangani luka, kenapa gak diajari menangani luka korban bencana, kan bisa, evakuasi. Guru atau pembina ekskul kurang ceritanya, kurang framing kebencanaan, kan bisa tematik,” lanjutnya.
Selain dua ekstrakurikuler tersebut, ekstrakurikuler lain juga bisa disisipi pendidikan kebencanaan, tergantung kreativitas dan kemauan guru.
Ia mengatakan, guru dan sekolah bisa berdialog dengan pegiat kebencanaan di Indonesia untuk memahami pendidikan kebencanaan ini. Setelahnya, mereka bisa mengembangkannya sendiri dan mengajarkan ke pelajar di sekolah masing-masing.(bas/tin/iss)