Indonesia memperbarui peraturan impor ayam dan produk ayam untuk menyesuaikan dengan keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
Perubahan ini mengikuti keputusan panel sengketa DS 484 Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO pada 22 November 2017 terkait gugatan Brasil atas ketentuan dan prosedur impor ayam yang diberlakukan Indonesia.
“Penyesuaian peraturan yang dilakukan tidak berarti memberikan preferensi perdagangan untuk ayam dan produk ayam dari Brasil,” kata Enggartiasto Lukita Menteri Perdagangan lewat keterangannya yang dikutip Antara, Jumat (6/9/2019).
Meskipun WTO memutuskan bahwa Indonesia melakukan pelanggaran, lanjut Mendag, tidak serta merta impor ayam dan produk ayam dari Brasil akan terlaksana karena kasus sengketa DS 484 tengah memasuki tahap pemeriksaan oleh panel kepatuhan (compliance panel) WTO yang memakan waktu berbulan-bulan.
Menurut Enggar, penyesuaian peraturan dilakukan dengan cara mengharmonisasikan kepentingan nasional, kesehatan masyarakat, serta aturan yang telah disepakati oleh Indonesia di WTO.
Kebijakan yang ditetapkan Indonesia bertujuan menjamin masyarakat Indonesia mendapat produk yang aman, sehat, dan halal.
“Oleh sebab itu, produk ayam impor yang masuk ke Indonesia tetap harus memenuhi standar kesehatan yang berlaku secara internasional serta standar halal yang berlaku di Indonesia. Selain itu, penting diketahui bahwa kebijakan halal Indonesia untuk produk ayam tidak pernah dinyatakan bersalah oleh panel sengketa WTO,” lanjut Mendag.
Sejak 2009, Brasil berupaya membuka akses pasar produk unggas ke Indonesia, khususnya ayam dan produk ayam.
Namun, Brasil menganggap Indonesia memberlakukan ketentuan dan prosedur yang menghambat masuknya produk tersebut ke pasar Indonesia sehingga Brasil menggugat Indonesia ke WTO pada 16 Oktober 2014.
Putusan panel sengketa DS 484 menyatakan empat kebijakan Indonesia melanggar aturan WTO, yakni kebijakan positive list, fixed license term, intended use, dan undue delay.
Atas keputusan tersebut, Indonesia berkewajiban melakukan penyesuaian kebijakan untuk mengakomodasi putusan WTO.(ant/iss)