VK alias Veronica Koman menjadi target utama Polda Jatim terkait insiden Asrama Mahasiswa Papua pada 16 Agustus lalu. Ini diungkapkan Irjen Pol Luki Hermawan Kapolda Jatim saat konferensi pers di Mapolda Jatim, Sabtu (7/9/2019).
Menurut Luki, tertangkapnya Veronica bisa mengungkap benang merah insiden di Asrama Mahasiswa Papua. Untuk itu, berbagai upaya dilakukan untuk menangkapnya. Seperti berkoordinasi dengan Divhubinter Polri, Imigrasi, Interpol, dan instansi lainnya.
Keberadaan Veronica saat ini pun sudah terlacak. Luki mengungkapkan, dia berada di salah satu negeri tetangga bersama suaminya yang merupakan WNA dan penggiat LSM. Namun, Luki enggan membeberkan di mana negara tersebut.
“Kami juga koordinasi dengan Tim Siber Bareskrim dan Badan Intelijen Negara. Karena tersangka ini menjadi target utama di Jatim. Bisa mengungkap terkait kasus yang ada di Wisma Kalasan Surabaya,” kata Luki.
Luki menambahkan, saat ini pihaknya masih mengupayakan pendekatan dengan pihak keluarga Veronica. Dia berharap, peran orang tua bisa membuat Veronica pulang ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Selain itu, pihaknya juga telah melayangkan surat ke Dirjen Imigrasi untuk bantuan pencekalan dan pencabutan paspor Veronica. Surat panggilan Veronica sebagai tersangka, juga sudah dilayangkan ke dua alamatnya di Jakarta.
“Kami juga sudah melayangkan surat panggilan kepada tersangka (VK) ke dua alamat yang ada di Indonesia. Yaitu di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Untuk DPO, minggu depan akan kita lakukan. Karena kita masih berusaha untuk melakukan pendekatan dengan pihak keluarganya,” tambahnya.
Proses hukum terhadap Veronica ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan pekerjaan atau kegiatannya sebagai aktivis. Ini merespon komentar salah satu LSM terkait penetapan tersangka Veronica. Mereka menilai keputusan Polda Jatim ini sebagai kriminalisasi kemerdekaan berpendapat.
“Ini proses hukum. Dia melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Jadi apapun, dia harus bertanggung jawab. Jangan dikait-kaitkan dengan apa yang selama ini dengan posisi pekerjaan atau kegiatannya,” kata dia.
“Semua orang yang membuka medsos atau membuka akunnya (Veronica, red) tahu persis bagaimana aktifnya. Bagaimana memberitakan tidak sesuai dengan kenyataan. Saya rasa para rekan-rekan media tahu dan paham persis dengan apa yang terjadi dan yang ditulis dia itu sangat berbeda,” jelasnya.
Sebelumnya, polisi menetapkan Veronica Koman (VK) sebagai tersangka kasus provokasi Asrama Mahasiswa Papua, pada Rabu (4/9/2019). Penetapan tersangka ini dilakukan setelah polisi melakukan gelar perkara.
Veronica Koman sebelumnya, kata Luki, sudah dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Tri Susanti. Namun Veronica Koman tidak pernah memenuhi panggilan penyidik.
“Setelah pendalaman dari media, hasil dari HP dan pengaduan dari masyarakat, VK ini salah satu yang sangat aktif membuat provokasi di dalam maupun di luar negeri untuk menyebarkan hoax dan juga provokasi,” kata Luki.
Menurutnya, pada saat kejadian di Asrama Papua Surabaya 18 Agustus lalu, Veronica Koman memang tidak ada di tempat itu. Tapi di media sosial Twitter dia sangat aktif memberitakan mengajak provokasi di mana ada perkataan seruan mobilisasi aksi monyet.
Veronica terancam dijerat pasal berlapis. Di antaranya, UU ITE, UU KUHP 160, UU 1 Tahun 1946, dan UU 40 Tahun 2008. (ang/iss)