Pengusaha di Surabaya yang menyuplai kebutuhan sembako di Papua mempertanyakan efektivitas subsidi pada program Tol Laut oleh pemerintah untuk pengiriman barang dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ke Pelabuhan Agats dan Pelabuhan Fak-Fak di Papua.
Sebab, meskipun disubsidi namun tarif pengapalan barang untuk tujuan tersebut masih sangat tinggi.
Budi Alfian, seorang pelaku bisnis di Surabaya mengatakan program Tol Laut digulirkan oleh pemerintah bertujuan untuk mengurangi kesenjangan atau disparitas harga.
Namun harapan itu masih jauh api dari panggang terutama untuk pengiriman barang ke Papua. “Kenyataan di lapangan harga-harga barang yang dikirim ke Papua relatif tidak mengalami perubahan yang berarti meskipun pengiriman barang menggunakan kapal-kapal Tol Laut yang disubsidi. Biaya pengiriman masih tetap saja tinggi,” terang Alfian di Surabaya.
Lebih lanjut Alfian menyatakan dirinya secara rutin mengirim sembako dua kali per bulan dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya ke wilayah Indonesia Timur, terutama ke pelabuhan Agats di Kabupaten Asmat, dan Pelabuhan Fakfak di Papua.
Sembako itu untuk memenuhi kebutuhan pasar di beberapa kota di Papua. Selain biaya pengiriman yang tinggi, mendapatkan kapal Tol Laut juga tidak mudah.
“Penggunaan tol laut tidak semudah yang dibayangkan, karena setiap kami konfirmasi ke ekspedisi atau pelayaran rata-rata dijawab kalau tol laut sudah penuh. Ya terpaksa akhirnya balik ke jalur reguler,” tegas Alfian.
Sebagai pelaku bisnis, dirinya tidak bisa apa-apa ketika tidak ada pilihan lain dalam logistik pengiriman, terutama alternatif pilihan yang lebih ekonomis dalam pengiriman barang. Kondisi tersebut semakin menyulitkan ketika tidak adanya transparansi dalam hal jumlah kuota kapasitas pengangkutan Tol Laut.
“Seringkali jatah kontainer untuk tol laut itu habis, padahal kami pesan itu sudah jauh-jauh hari, hingga dua bulan sebelumnya, tapi tetap saja tidak kebagian,” tambah Alfian.
Alfian menjelaskan selain masih tinggi, tarif Tol Laut yang berlaku di lapangan juga terjadi perbedaan yang cukup besar antara harga pengiriman oleh pihak kapal dengan pihak ekspedisi (EMKL).
Misalnya, untuk pengiriman ke Fak Fak, tarif untuk dry container oleh kapal sebesar Rp 3.809.500 ditambah biaya stuffing di kisaran antara Rp 3 juta sampai Rp 3,5 juta.
Sementara tarif yang diberlakukan oleh ekpedisi di kisaran Rp 9 jutaan sampai Rp 11 jutaan.
Adapun untuk tujuan pelabuhan Agats, tarif untuk dry container diberlakukan oleh perusahan pelayaran sebesar Rp 3.327.500, sementara tarif yang diberlakukan oleh ekspedisi bisa mencapai sebesar Rp 15 jutaan.
“Ini butuh tranparansi, sebab tarif pengiriman via tol laut antar ekspedisi bisa berbeda-beda, padahal rutenya sama,” papar Alfian.
Alfian berharap pemerintah pusat terutama Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera menindaklanjuti keluhan di lapangan ini agar pelaksanaan subsidi untuk Tol Laut ini berjalan efektif seperti harapan pemerintah.
“Saya selalu mendengar Pak Presiden Jokowi akan mengecek pelaksanaan setiap program pemerintah di lapangan. Saya ingin efektivitas subsidi angkutan barang pada Tol Laut ini juga dicek di lapangan sehingga ada perbaikan kedepan,” pungkas Alfian, Jumat (13/9/2019).(tok/rst)