Joko Widodo Presiden, hari ini, Senin (16/9/2019), bertemu dengan jajaran pengurus Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat Sintesis dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), di Istana Merdeka, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Presiden bersama para pengusaha tekstil membahas peluang industri tekstil Indonesia di tengah situasi ekonomi dunia yang tidak menentu.
“Kita tahu gejolak ekonomi dunia seperti perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat bisa menjadi tantangan tapi sekaligus bisa menjadi peluang kita untuk meningkatkan ekspor, termasuk produk tekstil, serat sintesis, dan benang filamen,” kata Presiden dalam pengantarnya.
Industri tekstil dan pakaian jadi sendiri menurut Jokowi merupakan industri dengan pertumbuhan tertinggi di triwulan kedua tahun 2019, yaitu 20,71 persen.
“Ini adalah pertumbuhan yang sangat tinggi dan masuk 5 besar sebagai industri dengan kontribusi tertinggi terhadap PDB (produk domestik bruto) di triwulan kedua 2019 yaitu 1,30 persen,” lanjut Presiden.
Sayangnya, pertumbuhan pangsa pasar tekstil dan produk tekstil Indonesia di pasar global cenderung jalan di tempat, yaitu sekitar 1,56 persen. Angka tersebut menurut Kepala Negara tertinggal jauh jika dibandingkan dengan China yang menguasai 31,8 persen pangsa pasar tekstil dunia.
“Dua pesaing utama kita, Vietnam 4,59 persen, dan Bangladesh 4,72 persen di tahun 2018,” imbuhnya.
Dari sisi ekspor, komoditas tekstil dan produk tekstil Indonesia di triwulan kedua 2019 juga turun 0,60 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hal itu, kata Presiden, disebabkan oleh tingginya biaya produksi lokal, fasilitas dan kebijakan dagang yang berpihak pada impor, serta kurangnya perencanaan jangka panjang yang berdampak pada minimnya investasi.
Makanya, pada pertemuan tersebut Presiden meminta saran dan masukan dari kedua asosiasi mengenai solusi atas permasalahan tersebut. Jokowi ingin mengetahui dan mendengar langsung apa yang diinginkan dan diperlukan oleh para pelaku usaha tekstil.
“Saya ingin tahu betul apa yang diinginkan oleh pelaku usaha agar jangan banyak-banyak, tiga pokok saja, tapi kita rumuskan, kita putuskan, kemudian pemerintah akan lakukan kebijakannya sehingga betul-betul bermanfaat bagi bapak ibu semuanya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Presiden menyinggung kabar yang disampaikan Bank Dunia mengenai potensi adanya resesi ekonomi dunia pada satu atau satu setengah tahun ke depan.
Mantan Wali Kota Solo itu berharap, resesi itu bisa dimanfaatkan Indonesia untuk membenahi hal-hal yang masih perlu diperbaiki.
“Kita juga tahu beberapa negara sekarang ini betul-betul sudah pada kondisi resesi karena pertumbuhannya minus. Sehingga kesempatan itu harus digunakan agar terjadi sebuah titik balik bagi industrialisasi yang ada di negara kita,” pungkasnya. (rid/iss/ipg)