Yasona Hamonangan Laoly Menteri Hukum dan HAM mengatakan kalau Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah diselesaikan dalam keputusan tingkat I antara pemerintah dan DPR. Kemudian dilanjutkan dengan ketingkat selanjutnya (keputusan tingkat II di Paripurna) untuk pengambilan keputusan.
Menurut Yasona, RUU ini sudah disetujui dalam keputusan tingkat I pada 16 September 2019.
“Tipikor sudah meluas di masyarakat dan meningkat terus menerus kasusnya, sebagaimana RUU tersebut sudah disetujui pada tingkat pertama tanggal 16 September 2019,” ujar Yasona saat menyampaikan pandangan pemerintah dalam rapat paripurna di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Menurut dia, KPK perlu penguatan Undang-Undang karena mempunyai wewenang dalam pemberantasan korupsi.
“KPK merupakan lembaga pemerintah pusat yang memiliki wewenang atas pemberantasan korupsi, maka perlu penguatan Undang-Undang. Dari semua itu perlu pembaharuan hukum untuk masalah pemberantasan korupsi yang ada,” jelasnya.
Kata Yasona, penataan kelembagaan KPK, semua sudah berjalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang ada. Penyadapan dapat dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari dewan pengawas yang ada.
“Penyadapan harus mendapatkan izin tertulis dari dewan pengawas. Pimpinan KPK bisa meminta izin tertulis dalam 1×24 jam untuk menerima izin dari dewan pengawas,” tegasnya.
Menkumham menjelaskan, penyadapan dilakukan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas paling lama 1×24 jam, dan penyadapan paling lama dilakukan 6 bulan terhitung setelah izin tertulis diterima. Yasona menegaskan, Presiden menyatakan setuju atas RUU tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk disahkan menjadi UU.
Sekadar diketahui, pemerintah dan DPR akhirnya secara resmi mengesahkan Undang-Undang KPK hasil revisi ini. (faz/bas/ipg)