Sabtu, 23 November 2024

Jokowi: Toleransi Antarsesama Syarat Penting untuk Wujudkan Kemajuan Indonesia

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Joko Widodo Presiden membuka acara Forum Titik Temu sesi diskusi membahas toleransi dan kemajemukan dalam bingkai NKRI, Rabu (18/9/2019), di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Foto: Farid suarasurabaya.net

Kemajemukan merupakan anugerah yang diberikan Tuhan kepada Bangsa Indonesia. Hal itu merupakan modal besar untuk menjadikan Indonesia negara maju, adil dan makmur.

Tapi, ada faktor penting yang harus dikelola dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat, yaitu toleransi antarsesama, serta keterbukaan.

Pernyataan itu disampaikan Joko Widodo Presiden, dalam acara Forum Titik Temu, sebuah diskusi yang diselenggarakan Nurcholish Madjid Society, Jaringan Gusdurian, dan Maarif Institute, hari ini, Rabu (18/9/2019), di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

Dalam sambutannya, Jokowi mengatakan masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia ke depan akan semakin majemuk dari sisi suku, etnis dan agama.

Kemajemukan itu, seharusnya membuat Indonesia semakin kaya inovasi, dan menghasilkan sebuah kemajuan ekonomi.

Di masa mendatang, lanjut Presiden, keberhasilan sebuah negara akan sangat ditentukan oleh derajat penerimaan kemajemukan.

Semakin tinggi tingkat penerimaan suatu negara, otomatis semakin banyak wisatawan yang berkunjung dan investor yang ingin berinvestasi. Sehingga, mendongkrak perekonomian.

“Seharusnya seiring dengan dewasanya Bangsa Indonesia, masyarakatnya juga harus dewasa dengan perbedaan untuk mempercepat kemajuan. Seharusnya kita bisa mengelola perbedaan di internal kita sendiri, harusnya semakin mampu, termasuk mampu mengelola hadirnya orang asing yang mau bekerja sama dengan kita,” ujarnya.

Presiden lalu mengambil contoh, Uni Emirat Arab sebuah negara federasi yang dulunya tertinggal, sekarang menjadi simbol kemajuan ekonomi dunia.

Menurut Jokowi, salah satu kunci keberhasilan Uni Emirat Arab, berdasarkan pengakuan Syekh Mohammed bin Zayed Al Nahyan Putra Mahkota, adalah keterbukaan dan toleransi.

Bentuk konkret keterbukaan dan toleransi Uni Emirat Arab terhadap kemajemukan antara lain, mereka berani menjadikan orang asing yang kompeten menjadi pimpinan perusahaan dan tenaga ahli.

Bahkan, banyak universitas di Uni Emirat Arab yang dosen dan rektornya berasal dari berbagai penjuru dunia.

Tapi, Jokowi sadar, tidak mudah menerapkan keterbukaan di Indonesia, karena masih banyak pihak yang belum siap, dan isitilahnya masih mengedepankan emosi keagamaan.

“Di Indonesia, saya baru bicara mengenai 4700 akademi, politeknik, universitas, perguruan tinggi. Gimana kalau tiga universitas memakai (jasa) rektor asing? Baru berbicara seperti itu, langsung ada komentar, Jokowi antek asing, antek aseng. Orang-orang seperti itulah yang istilahnya emosi keagamaan, bukan cinta keagamaan,” kata Jokowi.

Pada acara bertema Kerja Sama Multikultural untuk Persatuan dan Keadilan itu, Jokowi Presiden hadir bersama Pratikno Menteri Sekretaris Negara, Lukman Hakim Saifuddin Menteri Agama, dan Muhadjir Effendy Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Sementara, sejumlah tokoh nasional dan lintas agama yang hadir antara lain Quraish Shihab, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Akbar Tanjung, Try Sutrisno, dan Shinta Nuriyah Wahid. (rid/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs