Ratusan massa berbagai elemen petani berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jatim, Selasa (24/9/2019). Satu tuntutan mereka soal implementasi Perda Jatim tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Para pengunjuk rasa ini datang dari berbagai elemen petani. Di antaranya Komite Nasional Pertanian Keluarga Jatim, Aliansi Petani Indonesia, serta Rumpun Tani Sidorejo, Lumajang.
Unjuk rasa ini mereka gelar dalam peringatan Hari Tani yang jatuh hari ini. Mereka pun berorasi dan membentangkan spanduk di depan Gedung DPRD Jatim yang sudah dilindungi pagar kawat.
Di antara spanduk yang mereka bawa berbunyi, “Tolak RUU Budidaya Pertanian” dan “DPR Prei Kanan Prei Kiri, Rakyat Jadi Korban Janji.”
Naning Supra satu di antara koordinator aksi menyatakan, mereka meminta pemerintah menerbitkan Peraturan Gubernur atas Perda 5/2015 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Menurutnya, peraturan daerah produk hukum DPRD Jatim itu belum dirasakan manfaatnya bagi petani di Jawa Timur. “Supaya secara teknis dan implementasi petani bisa merasakan,” katanya.
Salah satu poin yang dinanti-nanti oleh petani di Perda itu adalah perlindungan pemerintah bagi petani yang mengalami gagal panen. Yang mana pemerintah menyiapkan asuransi bagi petani.
“Kami minta Pergub Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ini mengatur tentang asuransi tani bagi petani yang gagal panen, pendidikan dan pemberdayaan, dan standarisasi harga,” ujarnya.
Tadinya, para pengunjuk rasa ini juga akan menolak pengesahan RUU Pertanahan yang menurut mereka akan menambah keruwetan konflik agraria di Indonesia, termasuk di Jawa Timur.
Tapi kemarin, Jokowi Presiden sudah meminta DPR RI menunda pengesahan RUU Pertanahan ini dengan tujuan mendengar masukan dari masyarakat luas, termasuk dari para petani.
“RUU Pertanahan memang sudah ditunda pengesahannya. Tapi masih ada RUU lain yang akan menindas kami. Yaitu RUU tentang Sistem budidaya pertanian berkelanjutan,” ujarnya.
Para pengunjuk rasa menganggap, RUU itu akan membatasi inovasi petani dalam hal pembudidayaan pertaniannya. Selain itu, RUU itu akan membuka peluang monopoli oleh pemodal atau korporasi.
Menurut Naning RUU itu juga berpotensi memunculkan kembali revolusi hijau jilid dua di Indonesia. Hal itu, kata Naning, akan sangat merugikan petani, termasuk para petani di Jatim.
Para pengunjuk rasa ditemui sejumlah anggota DPRD Jatim. Mereka berdiskusi membahas tuntutan mereka, termasuk tentang implementasi Perda 5/2015 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Agustin Poliana Anggota DPRD Jatim dari Fraksi PDIP mengatakan, kalangan dewan akan mendorong Pemprov Jatim segera menerbitkan Peraturan Gubernur tentang perlindungan terhadap petani itu.
Perempuan yang akrab disapa Titin itu juga setuju RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan tidak disahkan dulu, dan dewan akan merumuskan masukan-masukan tentang RUU Pertanahan.
“Kalau soal RUU Pertanahan kami jelas mendukung keputusan Pak Jokowi Presiden meminta pengesahannya ditunda dulu. Kami hanya bisa memberikan masukan-masukan ke DPR RI tentang kondisi petani di Jawa Timur,” ujarnya.(den/dwi/rst)