Luas kawasan hutan yang terbakar di Gunung Semeru di perbatasan Kabupaten Lumajang dengan Malang, Jawa Timur mencapai 198 hektare.
“Berdasarkan laporan dari SPTN Wilayah III Resort Ranupani tercatat luas kebakaran mencapai 198 hektare dan sebagian besar titik api sudah berhasil dipadamkan,” kata Wawan Hadi Siswoyo Kepala Bidang Kesiapsiagaan, Kedaruratan, dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang di Lumajang, Jumat (27/9/2019).
Lokasi kebakaran hutan di gunung yang memiliki ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl) itu berada di Blok Jambangan, ungup-ungup, cemoro kandang, dan jalur evakuasi timur Gunung Kepolo di Resort PTN Ranupani.
“Vegetasi yang terbakar yakni semak-semak, krinyu, serasah, rumput, genggeng, kemlandingan, pakis, akasis, dan cemara, sedangkan jarak lokasi sumber air ke titik api sekitar 1 hingga 4 kilometer,” tuturnya dilansir Antara.
Ia mengatakan beberapa blok sudah berhasil dipadamkan dan titik api menurun tinggal empat yang belum bisa dipadamkan yang berada di beberapa blok tersebut.
“Pengaruh angin yang sangat kencang, cuaca panas, bertebing dan berbukit, sehingga hal tersebut sangat menyulitkan petugas untuk melakukan pemadaman di kawasan hutan Gunung Semeru yang terbakar,” katanya.
Wawan menjelaskan kondisi di Pos Ranupani maupun Ranu Kumbolo tidak ada aktifvitas pendakian, sehingga benar-benar steril dari pendakian, kemudian di Blok batu tulis, ledok tirem, bantengan dan sekitarnya sudah berhasil dipadamkan.
Rencana selanjutnya, lanjut dia, akan dilakukan terlebih dahulu shalat istisqo’ (shalat minta hujan) pukul 09.00 WIB di halaman parkir TNBTS yang dipimpin
langsung oleh Dandim Lumajang sebelum dilakukan operasi pemadaman kebakaran hutan Gunung Semeru pada Sabtu (28/9/2019).
“Pemberangkatan petugas dari Ranupani menuju lokasi kebakaran sesuai potensi dan pemberangkatan tim ke sasaran titik api melalui jalur konvensional, sehingga pembagian tim akan dilakukan setelah sampai di Ranu Kumbolo,” ujarnya.
Ia menjelaskan teknik pemadaman dilakukan seperti sebelumnya dengan cara mendekati titik api yang bisa dijangkau, kemudian mematikannya dengan jetshooter, gepyok atau ranting pohon dan membuat sekat pada medan datar agar titik api tidak meluas.
“Sedangkan pada medan tebing terjal dan sulit dijangkau dilakukan pemantauan arah angin, namun faktor keselamatan petugas tetap ditekankan,” katanya, menambahkan.(ant/tin/iss)