Sabtu, 23 November 2024

Kisah Para Penyintas Kerusuhan Wamena

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Para pengungsi yang melarikan diri dari kerusuhan pada Senin (23/9/2019) pagi di Asrama Transito Disnakertrans Jatim, Minggu (29/9/2019). Foto: Denza suarasurabaya.net

Ahmadi bersama sejumlah rekannya melarikan diri dari kerusuhan yang pecah pada Senin (23/9/2019) pagi di Kampung Hom Hom, Wamena. Mereka menembus sejumlah kebun milik warga.

Dalam kondisi ketakutan, mereka berharap bisa lolos dari situasi mencekam itu. Para pelaku kerusuhan kala itu sudah mulai merusak rumah dan sejumlah gedung perkantoran.

Sampai akhirnya mereka berhadapan dengan salah satu warga Wamena pemilik salah satu rumah. Ahmadi dan teman-temannya minta pertolongan. Warga itu menunjukkan jalan.

“Dia tolong kami ke Kantor Polres. Katanya, orang-orang di sana aman. Dia persilakan kami lewat rumahnya supaya aman,” ujar Ahmadi di Asrama Transito Disnakertrans Jatim, Minggu (29/9/2019).

Kerusuhan akibat konflik sosial dan hasutan berita bohong di Wamena, menurut Ahmadi, justru sudah dia dengar akan terjadi dari sejumlah warga setempat. Mereka meminta Ahmadi mencari tempat aman.

Dia mengatakan, para pelaku kerusuhan itu tidak pandang bulu. Sebagian anak-anak juga menjadi korban. Ahmadi sangat menyayangkan konflik akibat berita bohong itu terjadi.

Sebagian warga Wamena yang dia kenal juga menyebutkan, para pelaku kerusuhan itu bukan orang Wamena. “Mama-mama di sana bilang begitu. Para pelaku kerusuhan itu bukan orang sana,” ujarnya.

Asyari koordinator rombongan pengungsi yang tiba di Asrama Transito Minggu siang mengatakan, para pelaku kerusuhan itu memakai seragam sekolah tapi dia menduga bukan pelajar.

“Karena wajahnya kelihatan sudah dewasa. Saya yakin mereka bukan pelajar,” ujar pria yang sudah tiga tahun tinggal mengontrak dan bekerja sebagai sopir ojek sepeda motor di Hom Hom itu.

Dia sempat melarikan diri ke gunung bersama sekitar 200 orang penduduk pendatang lainnya. Dia bersyukur akhirnya selamat tiga hari tinggal di Markas Polres Jayawijaya.

Asyari mengatakan, sebenarnya selama tiga tahun di Wamena, hubungannya dengan warga setempat baik-baik saja. Mereka akrab dengan pendatang, bahkan beberapa di antaranya sudah seperti saudara.

Dia pilih pulang. Mengantre tumpangan Hercules ke Jawa Timur sejak Selasa (24/9/2019). “Waktu itu mungkin puluhan ribu yang nunggu di Bandara. Perempuan dan anak-anak didahulukan,” katanya.

Kini warga Jawa Timur di Wamena trauma dengan kerusuhan yang terjadi di sana. Ahmadi, misalnya, mengaku belum kepikiran kembali ke Wamena meski kondisi di sana sudah dinyatakan aman.

Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim yang memulangkan mereka sore tadi mengatakan, akan mengomunikasikan bagaimana baiknya dengan warga Jatim yang mengungsi.

Apakah setelah ini mereka bekerja dan tinggal di kampung halaman masing-masing atau kembali ke Wamena ketika situasi sudah kembali kondusif? “Kami akan komunikasikan,” kata Khofifah.(den/tin)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs