Sabtu, 23 November 2024

Pengamat: Masyarakat Perlu Waspada Komposisi Pimpinan Parlemen 2019-2024

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Ahmad Khoirul Umam ‎Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI). Foto: Faiz suarasurabaya.net

Ahmad Khoirul Umam, ‎Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) menilai terpilihnya Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI, La Nyalla Mattalitti sebagai Ketua DPD RI dan Bambang Soesatyo sebagai Ketua MPR tidak mencerminkan semangat perubahan di tubuh legislatif.

Selain ketiga nama tersebut merupakan stok lama dalam percaturan politik nasional, masyarakat juga harus waspada jika penempatan ketiga nama tersebut di posisi lembaga tinggi negara itu sebagai trade off atas kepentingan dan keinginan untuk mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia pasca reformasi.

“Indikasi trade off itu mulai terlihat saat Ketua MPR terpilih yakni Bambang Soesatyo mulai memunculkan wacana pengembalian GBHN yang berujung pada penghapusan Pilpres langsung, dan mengembalikan pemilihan presiden kepada MPR,” ujar Umam kepada suarasurabaya.net, Sabtu (5/10/2019).

Kata Umam, masyarakat sebaiknya tidak terkecoh dengan argumen tentang kompleksitas penyelenggaran dan mahalnya biaya Pilpres. Sebab harga mahal demokrasi itu merupakan ikhtiar untuk memberikan jaminan hak politik dan kebebasan rakyat untuk menentukan pemimpinnya sendiri.

Bahkan, pemilihan presiden oleh MPR justru akan memfasilitasi terkosolidasinya kekuatan oligarki untuk mengatur semua model permainan kekuasaan di negeri ini.

“Jika itu terjadi, demokrasi Indonesia akan mengalami kemunduran (democratic setback) yang sangat tajam,” tegasnya.

Karena itu, menurut Umam, masyarakat sekarang bisa lega memiliki pimpinan parlemen yang baru melalui proses politik yang lancar. Tetapi, masyarakat juga tetap harus kritis dan waspada dalam mengawal perjalanan kepemimpinan legislatif yang baru ini.

Kata dia, kinerja ketiga pimpinan lembaga negara tersebut harus tetap sesuai dengan aspirasi rakyat dan semangat reformasi. Jika mereka ikut-ikutan melanggengkan model kerja-kerja legislasi lama, yang gemar bergerak secara senyap untuk memaksakan sejumlah konsep ketatanegaraan dan perundang-undangan yang menabrak aspirasi publik, maka mereka akan berhadapan dengan kekuatan civil society.

Jika itu terjadi, lanjut Umam, stabilitas politik akan terganggu dan chaos di akar rumput akan tercipta. Alhasil, alih-alih bisa fokus pada pembangunan ekonomi dan peningkatan investasi asing, pemerintahan justru akan terjebak dalam kontroversi dan perdebatan publik yang tidak produktif.(faz/bid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs