AHMAD JABIR Ketua Komisi D DPRD Surabaya menilai sejak awal gagasan Raperda tentang rokok sebenarnya bukan hal baru. Yang menjadi pertanyaan apakah kita serius atau tidak. Apalagi pada tahun depan disibukkan dengan pemilihan gubernur dan variabelnya cukup banyak.
Dalam Wawasan Suara Surabaya, Rabu (28/02), JABIR mengatakan, secara normatif kalau bicara Raperda Rokok saja konteksnya tidak murni lingkungan hidup. Ada substansi kesehatan yang luas. Untuk itu, ide untuk Raperda Rokok saja sebaiknya tetap dipertahankan oleh Lingkungan Hidup dan kita dukung.
Ketika nanti Perda LH hanya seperti jadi satu maka Perda Rokok didorong muncul dari Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan sendiri sudah menyiapkan Raperda. Kalau Walikota sudah mengatakan dijadikan satu Perda saja, kata JABIR, tetap nantinya ada kebutuhan kesehatan masyarakat. Perda dibikin karena ada kebutuhan untuk mengatur.
Terkait Perda Inisiasi dari DPRD, menurut JABIR, sangat mungkin dan diatur dalam PP dan Tatib Dewan. Cuma persoalannya, jika Perda Inisiasi digagas akan menjadi lebih rumit dan panjang. Kelemahannya, tidak ada nomenklatur penyiapan konsep sampai draft Raperda. Untuk itu perlu dinas terkait dan diakomodir kepentingan politik.
Pengalaman di Komisi D pernah membahas 3 draft, RAPBD, Perlindungan Anak dan Perlindungan Tenaga Kerja. Semuanya menjadi sulit sampai ke final dan proses panjang. Ini kendala karena tidak ada nomenklatur pembiayaan.
“Kita mendorong Dinas Kesehatan dengan Raperda Rokok. Dengan adanya kebutuhan pengaturan rokok dan kemauan politik, sehingga bisa terakomodir Raperda Rokok,”ujarnya.
HERLY pendengar Suara Surabaya kecewa kalau ada anggota dewan mengatakan kesulitan berinisiatif. Dalam UU No.10, ada inisiatif dari komisi maupun yang membidangi legislatif. Suatu contoh di kala propinsi membuat inisiatif Pembentukan Perda dan Tata Kelola (Kolekda) memang sangat berat. Kalau di UU No.10 pasal 15 ayat 1 bicara Proleknas dimana ayat 2 bicara Prolekda. Namun ayat 1 sudah dituangkan atau ditindaklanjuti dengan Perpres 61 Tahun 2004 dan Prolekda tidak ditindaklanjuti memang ada satu kekosongan hukum.
Maka propinsi mencoba mengisi kekosongan dan terbit Perda Inisiatif tentang Pembentukan Peraturan Daerah Perda No.6 tahun 2006. Dari sini bisa dijadikan pijakan atau kalau tadi dikatakan Dinas Kesehatan untuk menyusun draft Raperda dan butuh biaya. Ini masih bisa diambil dengan satu kompromi sebagai satu inisiatif DPRD. Dewan berfungsi sebagai legislatif, budgeting dan pengawasan.
“Anggota dewan dituntut untuk berkreasi. Di propinsi, sudah ada 4 Raperda yang merupakan insiatif yakni HIV AIDS, KDRT, Perda tentang Pembentukan Peraturan Daerah. Dengan demikian ada kuota Perda yang akan dibahas dalam setahun, bisa dari eksekutif maupun legislatif,”tukasnya.
RATNAWANGSA Ketua Komisi A DPRD Surabaya mengatakan kalau Raperda Rokok dijadikan satu dengan Raperda Pencemaran Udara sah-sah saja. Hanya nanti dijadikan dalam bab tersendiri dan tetap rinci. Biasanya hanya umum-umum saja dan kuatir tidak tersentuh seperti halnya soal sampah.
Resistensi masyarakat yang demikian kuat dan masyarakat perlu penyadaran dan pembelajaraan. Masalahnya, kata RATNAWANGSA, setelah berbicara dari beberapa pihak (Dinas Kesehatan dan Dokter) tentang bagaimana pengusaha rokok diuntungkan setiap harinya sebesar Rp 2,5 milyar. Korban akibat merokok akhirnya dibebankan pada pemerintah. Dibandingkan biaya yang dikeluarkan pemerintah dengan cukai yang diberikan pemerintah tidak seimbang.
Menanggapi tentang fungsi legilasi dewan, ungkap RATNAWANGSA, boleh saja. Tapi berpikir untuk menyelesaikan satu Raperda perlu anggaran. Selama ini belum ada anggaran. Kalau perlu digagas demikian akan diusulkan anggaran dalam Perubahan APBD, sehingga kalau ada inisiasi bisa mengena.
Tujuan dari Perda Pencemaran Udara yang juga mengatur rokok dengan target mewujudkan kawasan tanpa rokok, RATNAWANGSA menilai, memang ada batasan bagi perokok. Karena secara prinsip, tidak ada untungnya merokok karena hanya menghambur-hamburkan uang.
EDI YUWONO SLAMET dari Unair yang bergabung dalam Wawasan berpendapat jangan sampai membuat aturan yang bisa menjerat diri sendiri. Sebenarnya lebih praktis tempat umum seperti mal-mal dilarang merokok dan yang merokok ditindak begitu saja.
LILIK PUJI ASTUTIK SH, MA Dosen Administrasi Negara dan Lingkungan Unair mengatakan dampak atau pengaruh tergantung substansi aturan yang dikeluarkan Pemkot Surabaya baik Raperda Rokok sendiri atau jadi satu dengan Raperda Pencemaran Udara. Dijadikan satu atau tidak aturan tersebut, hanya terletak pada perbedaan substansinya.
Yang bisa dicapai dari materi rokok jika dimasukkan ke Raperda Pencemaran Udara, kata PUJI, mengurangi pencemaran udara. Tujuannya ke sana bagaimana pemakaian merokok. Aplikasinya hanya mewujudkan kawasan tanpa rokok.
Ada dua pihak yang harus dipertimbangkan yakni pemegang peran yakni masyarakat dan perokok serta lembaga pelaksana yakni pemerintah. “Pemerintah ada kemampuan tidak melakukan pengawasan. Jika aturannya lengkap tapi tidak ada pengawasan percuma saja. Untuk itu, perlu ada penelitian pada masyarakat maupun produsen. Dan pemerintah juga diteliti bisa tidak melakukan pengawasan,”paparnya.
Dilihat urgensi dari masyarakat, tegas PUJI, memang sangat urgen. Di tempat umum banyak perokok dan sering juga menegur perokok. Hanya saja kalau yang menegur individual kurang mengena.
Jika Perda sudah dibuat sesuai penelitian dan prosedur, PUJI mengatakan, bisa saja aturan itu akan membatasi hak perokok dan mengancam industri rokok pada akhirnya. Hak seseorang tidak bisa dijalankan sebebas-bebasnya. Kita ingatkan masih ada space bagi perokok dan wajar regulasi membatasi untuk hak bersama.
Ny.YANTI pendengar Suara Surabaya berpendapat lebih cenderung jika Raperda dibuat terpisah, bisa Raperda Rokok saja. Mengusulkan restoran menyediakan ruangan khusus untuk perokok karena selama ini hanya dibatasi sekat saja dan asap tetap bercampur.
Menurut YANTI, sanksi bagi perokok cukup dari sanksi sosial. Tapi juga perlu ditambahkan aturan hukum terkait pelanggaran karena ini terkait dengan masyarakat.
AGUSTINUS pendengar Suara Surabaya di akhir Wawasan menilai hukum tidak akan berjalan selama ‘duit’ berkuasa. Kalau dendanya hanya denda uang, aturan tidak akan berjalan. Saya anjurkan yang merokok membawa uang.
Dialog interaktif program Wawasan Suara Surabaya ini, selengkapnya bisa Anda klik dan dengarkan dalam radio on demand di bawah ini.