Sabtu, 23 November 2024

Belajar dari Uber, Pentingnya Memahami Konsep Platform

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Ilustrasi

Profesor Rhenald Kasali Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia menyikapi performa keuangan Uber yang kian menurun. Ini terkait pentingnya memahami konsep platform, yang tidak hanya sekadar membuat produk.

Di mana platform berperan sebagai daya dukung dari aktivitas bisnis yang mempertemukan supply and demand. Dampaknya pun bisa luas pada kehidupan. Bukan hanya untuk satu produk ataupun satu industri.

Tapi, juga bisa menjadi lembaga keuangan, lembaga asuransi, platform yang mengantarkan makanan, pelayanan pendidikan, kesehatan, dan masih banyak lagi.

“Intinya Uber itu adalah platfom, bukan korporasi. Karena dia platform maka objektifnya adalah matching quality antara supply and demand, dan lebih mengutamakan volume (number of transaction) than the bottom line,” ujarnya melalui pesan singkat yang diterima suarasurabaya.net, Selasa (15/10/2019).

“Uber dan platform ini didirikan oleh para penemu, inventor yang modalnya adalah ide. Lalu mendapat support dari investor. Nah masalah baru muncul ketika problem dalam matching quality saat yang tiga platform owner-partisipan dan superpartisipan tak terkelola dengan baik. Lalu demand terganggu, partisipan mundur, maka orkestrasi terganggu. Apalagi mereka mulai go public. Maka berlakulah metric konvensional, dan Uber tak bisa menanganinya,” jelasnya.

Menurutnya, valuasi untuk startup platform memang berbeda dengan korporasi biasa. Platform membutuhkan 10-20 tahun sejak didirikan untuk mencapai profit. Ini karena beberapa hal sebagai berikut:

1. Yang mereka sasar adalah the bottom market, bukan orang-orang kaya. The bottom market selama ini tidak bisa dikonsumsi. Karena korporasi semua fokus ke market yang ada di kelas menengah dan ke atas dengan konsep branding serta harga mahal.

Sehingga cukup 1-2 juta pelanggan atau 100-200 ribu pelanggan, sudah dapat margin besar. Misalnya yang dibidik taxi konvensional adalah segmen diamond, silver, dan platinum dengan harga lebih mahal. Kemudian, mobil yang lebih besar dan juga branded.

“Mereka mengeksploitasi market di bawah sehingga untuk bisa profitable maka market size harus besar. Lalu ketika market besar maka mereka bisa memasuki usaha multisided seperti yang dilakukan Gojek, yaitu antar makanan, payment, dan lain-lain,” kata dia.

Kemudian, lanjut dia, mereka nemaksimalkan pengolahan big data menjadi pemain besar di sektor keuangan, kesehatan dan logistik. Maka dari itu, mereka butuh nafas panjang dan baru optimal 10-20 tahun ke depan.

2. Selama masa itu ada insight yang bisa dipakai untuk menarik investasi, yaitu market growth atau pertumbuhan jumlah pelanggan yang mengindikasikan growth atau capacity. Sebab sekali tumbuh 10 kali atau berapa kali, maka harganya akan naik dan mengundang investor lain

3. Metode ini juga disebut network effect, karena dengan meningkatnya jumlah konsumen yang repeatable maka networknya bertambah.

4. Network effect ini akan terus tumbuh kalau segitiga platform owner-partisipan-superpartisipan happy alias senang. Masalahnya, partisipan ingin tarif yang murah, sementara superpartisipan ingin mendapat pendapatan yang besar atau naik terus. Demikian juga owner platformnya.

“Nah kalau konsumen atau partisipan tidak mau dinaikkan tarifnya, maka rontoklah ekosistem. Artinya bisa jumlah pengemudi berkurang atau butuh uang yang lebih besar untuk dibakar,” kata dia.

5. Dalam hal Uber, dia memilih beralih ke capital market yang memiliki perhitungan konvensional yaitu profit.

6. Maka terjadi pergulatan untuk menaikkan profit, tekan cost. Caranya menaikkan harga, memberi keuntungan yang makin kecil bagi pengemudi, dan mengurangi pegawai.

“Resikonya, konsumen akan turun jumlahnya, pindah ke Lyft atau Blabla Car, pengemudi atau pemilik mobil tidak happy, layanan turun dan semakin rugi,” pungkasnya. (ang/ipg)

*Prof. Rhenald Kasali, pendiri program Doktor Ilmu Strategi Fakultas Ekonomi UI, Founder Rumah Perubahan

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs