Sabtu, 23 November 2024

Pemimpin Yang Adil ala Bahlul

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan

Oleh: M Junaidi Sahal

Harun Al Rasyid (170-194 H / 786-809 M) adalah salah satu penguasa yang cukup sukses pada masa dinasti Abbasyah. Bahkan seorang sejarawan Barat, P.K.Hitti berkata tentang dia sebagai seorang raja dari dua raja yang hebat pada abad kesembilan; “Char Lemagne penguasa besar di Barat dan Harun di Timur”.

Ada kisah tentang Harun Sang khalifah yang terkait dengan “teman” dekatnya. Konon, beliau memiliki “teman” yang sangat dicintainya, sebut saja Si Bahlul (orang-orang Arab biasa memplesetkan artinya dengan kedunguan/kebodohan, padahal itu hanya sebuah nama ). Bahlul ini orang yang jenaka dan murobbi yang arif, setiap perkataannya selalu mengandung nasehat-nasehat yang bijak meskipun disampaikan dengan jenaka.

Pada suatu pagi yang sejuk, Si Bahlul ini sedang berjalan-jalan di istana khalifah. Ia memasuki ruang utama dimana singgasana khalifah berada. Melihat singgasana yang indah dan ruangan yang tidak terdapat penjagaan, maka terbersit di hati Si Bahlul untuk mencoba duduk di singgasana tersebut.

Bagaikan seorang khalifah, ia duduk dengan gaya yang dibuat-buat. Tidak sampai satu menit ia duduk, masuklah dua pengawal khalifah. Melihat singgasana diduduki oleh Si Bahlul, maka kedua pengawal tersebut menghardik serta memukulinya dengan keras sehingga Si Bahlul berteriak kesakitan. Karena terjadi kegaduhan di ruangan tersebut, datanglah khalifah ketempat itu.

Saat itu khalifah melihat dua pengawalnya yang sedang berdiri menyaksikan Si Bahlul yang duduk seraya berteriak terus menerus padahal pukulan sudah dihentikan.

Sang Khalifah pun merasa heran dengan kejadian itu dan bertanya pada Bahlul,”Hai Bahlul! Kenapa masih berteriak kesakitan padahal dua pengawalku sudah tidak memukulimu?”. Bahlul menjawab,”Ya Khalifah! Saya berteriak bukan karena dipukuli pengawal-pengawalmu, tapi teriakan ini ditujukan untuk khalifah.”

Tentu jawaban tersebut semakin membuat kaget khalifah,”Apa maksudmu, Bahlul?” tanyanya. Si Bahlul berkata,”Saya tadi telah dianggap salah dan dipukul bertubi-tubi oleh para pengawal baginda hanya karena saya duduk di singgasana ini selama satu menit saja. Bayangkan khalifah! Baginda telah duduk di singgasana ini selama 20 tahun, apakah baginda tidak akan dipukuli Alloh SWT, karena telah berbuat salah ketika duduk di singgasana ini?”.

Terkejutlah Sang Khalifah mendengar ocehan Si Bahlul yang ternyata mengandung nasehat yang agung. Khalifah bertanya lagi,”Bahlul, bagaimana caranya supaya saya tidak dipukuli Alloh SWT, jika duduk di kursi itu?”. Bahlul berlari memutari singgasana di ruang utama istana tersebut, seraya berkata, “Adillah baginda!, adillah baginda! Karena Alloh SWT berfirman yang artinya,’Berlaku adillah,karena adil itu lebih dekat kepada takwa, maka bertakwalah kepada Alloh SWT, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al Maidah 8)’.

Cerita Si Bahlul dengan Harun Al Rasyid ini dibawakan dengan jenaka namun sarat dengan nasehat untuk para pemimpin di dunia ini. Seperti diketahui, pemimpin-pemimpin di dunia ini banyak yang berlomba-lomba untuk berlama-lama duduk di kursi kekuasaannya. Bukan berlomba-lomba untuk berbuat adil selama ia duduk di kursinya.

Mereka lebih nyaman duduk berlama-lama di kursinya dengan tenang tanpa gelisah sedikitpun ketika menerima upeti-upeti liar dan tidak halal. Mereka menikmati duduk dikursinya, sekalipun rakyat berteriak-teriak kelaparan.

Si Bahlul ingin menyampaikan lewat kejenakaannya tersebut untuk para pemimpin agar selalu berbuat adil kepada rakyatnya. Dan adil disini adalah adil dalam segala aspek, baik aspek ekonomi,sosial maupun hukum.

Adapun yang dimaksud dengan adil adalah, pertama: keikhlasan dalam bekerja untuk rakyat. Jadikan diri seorang pemimpin sebagai pelayan umat, bukan umat yang harus melayaninya, sebagaimana kata hikmah, Sayyiduhum khodimuhum (Pemimpin mereka adalah pelayan mereka juga).

Kedua: Keadilan, sama dengan kejujuran. Pemimpin harus bersikap jujur, baik bagi dirinya sendiri, keluarganya lebih-lebih bagi rakyatnya. Karena jika para pemimpin memiliki kepribadian yang jujur akan selalu terpancar pada pemerintahannya kebajikan dan itu juga bisa dirasakan oleh rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya,”Sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebajikan dan sesungguhnya kebajikan akan mengantarkan ke surga,” (Muttafaq alaih).

Dengan kejujuran, seorang pemimpin tidak akan menerima gratifikasi yang terkait dengan kebijakan yang dikeluarkannya. Dan dengan kejujuran pula, seorang pemimpin akan merasa cukup dengan pendapatan yang menjadi haknya, bukan justru sebaliknya merampas hak-hak rakyatnya.

Ketiga: Keadilan sama dengan tidak pilih kasih dalam menerapkan hukum-hukum Alloh SWT. Siapapun yang terlibat hukum pidana atau perdata, harus diputuskan sesuai dengan hukum yang berlaku. Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang tidak cenderung pada kepentingan-kepentingan saudaranya atau sanak familinya atau elit-elit politik tertentu atau para pengusaha kaya yang siap menggerojokkan duit padanya.

Keadilan seorang pemimpin selalu berpihak bukan pada orang-orang elit ataupun orang-orang alit,tapi keberpihakan hanya ditujukan kepada siapa yang memegang teguh kebenaran ilahi. Ketika Rasulullah SAW dilobi oleh sahabatnya agar memberi keringanan hukum pada seorang perempuan bangsawan yang ketahuan mencuri, marahlah beliau.

Dengan wajah memerah Rasulullah SAW bersabda yang artinya,”Kehancuran bangsa sebelum kalian adalah disebabkan jika mencuri dari kalangan elitnya mereka membiarkannya,dan apabila yang mencuri dari kalangan wong alit mereka menerapkan hukuman yang tegas. Demi Alloh,seandainya Fatimah anak Muhammad telah mencuri, sungguh aku akan memotong tangannya.”(Muttafaq alaih)

Inilah keteladanan yang ditunjukkan pada segenap pemimpin di seluruh dunia.Dan siapapun yang hendak menjadi pemimpin yang berkeadilan seyogyanya melihat pada kepemimpinan Nabi besar kita Rasulullah SAW. Karena pada dirinya ada teladan yang baik untuk dicontoh, laqod kana lakum fi rasulillah uswatun hasanah (Al Ahzab 21).

Dan ingatlah,pemimpin yang adil adalah termasuk golongan pertama dari tujuh golongan yang akan mendapat naungan di akherat. Dimana pada waktu itu tidak ada lagi naungan kecuali naungan Alloh SWT.
Wallahu A’lam, Ya Alloh, jadikan kami termasuk Al Kayyis. (ipg)

Bagikan
Berita Terkait

Keberkahan Rumah Tangga Nabi SAW

Keteguhan Hati Nabi SAW

Berpuasa di Negeri Sunyi


Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs