Sabtu, 23 November 2024

The World is Not Enough, Labbaika Allahumma Labbaik

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan

Oleh: M. Djunaidi Sahal

Suatu saat, Si Kaya yang terkenal memiliki kekayaan yang berlimpah, ditanya oleh seseorang, “Si Kaya, antum termasuk orang yang mampu dan kuat secara jasmani, tapi kenapa saya tidak melihat antum pergi ke Baitullah untuk berhaji?, padahal saya sering melihat antum bolak balik ke luar negeri”.

Si Kaya menjawab, “Lho, pergi ke Baitullah untuk berhaji adalah atas panggilan Allah dan undangan-Nya, jadi kalau ana belum berhaji itu memang karena belum mendapat panggilan-Nya. Percayalah!, kalau saatnya dipanggil pasti ana datang untuk berhaji!”

Pernyataan Si Kaya diatas sudah terlalu sering kita dengar, bahkan seolah-olah itu sudah menjadi ucapan yang benar untuk membenarkan sesuatu yang tidak benar. Mengapa?

Sesungguhnya, manusia sudah dipanggil semuanya oleh Allah SWT, untuk hadir ke rumah-Nya. Ketika itu Allah memberi perintah pada Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail untuk membangun kembali pondasi Ka`bah (yang konon hancur terkena banjir pada zaman Nabi Nuh as) dan merapikan serta membersihkannya, sebagaimana firman-Nya dalam QS.Al Baqarah 125 yang artinya sebagai berikut:

“Dan ingatlah, ketika kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqom Ibrahim tempat sholat. Dan telah kami perintahkan pada Ibrahim dan Isma`il, ‘bersihkanlah rumahku untuk orang-orang yang Thawaf, yang I`tikaf, yang Ruku` dan yang Sujud’.”

Ketika semuanya sudah rapi dan bersih, perintah Allah SWT berikutnya kepada Nabi Ibrahim adalah memanggil semua manusia untuk datang ke Baitullah. Allah berfirman dalam QS.Al Hajj 27, yang artinya : “Dan berserulah (panggilah) semua manusia untuk mengerjakan haji!”

Konon dalam sebuah riwayat, Nabi Ibrahim ketika mendapat perintah tersebut berkata pada Allah SWT: “Ya Rabbi, bagaimana caranya saya memanggil mereka? Sedang suaraku tidak terdengar oleh semua manusia?”, maka Allah menjawabnya, “Engkau hanya memanggilnya, Akulah yang menjadikan mereka mendengar”. Maka ketika Nabi Ibrahim memanggil manusia untuk berhaji ke rumah Allah SWT, maka panggilan itu menggema ke seluruh jagad semesta alam dari generasi ke generasi sampai hari kiamat, bahkan panggilan itu terdengar pula oleh janin-janin yang ada di rahim ibunya.

Jika demikian, keliru ucapan Si Kaya yang enggan berkunjung ke rumah-Nya sambil berkata, “Saya belum mendapat panggilan”. Tidak! semua muslim telah mendapat panggilan, bukankah semua telah mengerti bahwa haji adalah rukun Islam? Dan bukankah semua telah paham bahwa haji itu adalah kewajiban syar`i bagi yang mampu?.

Namun sikap manusia terhadap panggilan tersebut memang bermacam-macam. Pertama, manusia yang ingin, mampu dan bisa melaksanakan haji. Kedua, ada juga yang ingin, mampu tapi selalu mendapatkan hal-hal yang menjadi aral melintang sehingga tidak jadi berhaji, seperti seseorang yang hendak menyetor ONH ke Bank tiba-tiba rumahnya kena musibah kebakaran sehingga ONH nya digunakan untuk itu.

Ketiga, ada pula yang ingin, namun tidak mampu untuk berhaji karena untuk biaya sehari-harinya saja sudah susah. Bagi orang-orang seperti ini (kedua dan ketiga) Allah akan memaafkannya, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al Imran 97, manistatho`a ilaihi sabila, bahwa berhaji itu hanya bagi orang-orang yang mampu. Keempat, dan yang terakhir, manusia yang mampu baik secara lahir dan batin tapi hatinya tidak bergerak untuk memenuhi panggilan-Nya, inilah tipe Si Kaya tadi, orang-orang seperti ini adalah orang yang berbohong pada dirinya maupun publik, lebih-lebih pada Allah SWT. Bagaimana ia tidak berbohong, ia mengaku tidak ada panggilan Allah, padahal Allah telah memanggilnya sejak ribuan tahun yang lalu.

Bagi orang yang bisa memenuhi panggilan Allah SWT, pastilah Allah akan menyambutnya dengan penuh kasih sayang, selama kehadirannya tulus pada-Nya (lillah). Dan hamba yang sopan pasti akan menyahuti panggilan-Nya dengan kalimat yang indah labbaika ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu Ya Allah. Oleh karena itu ucapan talbiyah selalu berkumandang ketika hujjaj (jama`ah haji) berada di Baitullah.

Dan ingatlah, bahwa hujjaj adalah dhuyufurrahman (tamu-tamu Allah). Oleh karena itu mereka harus mengikuti pesan-pesan Sang Tuan Rumah yang Agung, yaitu dalam firmanNya QS. Al Baqarah 197, terjemahannya :
“Datanglah. Dengan membawa bekal”

Bekal itulah yang kelak akan menentukan layanan “Sang Tuan Rumah yang Agung” pada para undangan-Nya selama berada di rumah-Nya. Bekal itu bisa jadi adalah berupa pakaian, beras, kompor, uang atau apa saja. Tapi ingat! Itu saja sebenarnya tidak cukup untuk mendapatkan servis memuaskan dari “Tuan Rumah yang Agung”.

Seperti judul sebuah film “The World is Not Enough“, dunia saja tidak cukup, untuk itulah Allah memberikan pesan berikutnya dengan firmanNya, yaitu,: “fainna khoirojjadittakwa“, “Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah ketakwaan”.

Ketakwaan adalah muara kemuliaan hidup yang disitu berkumpul sifat ikhlas, kesabaran dan ketawakkalan. Siapapun yang datang ke rumah Allah untuk berhaji, kemudian tulus dalam niat, sehingga sabar menghadapi godaan-godaan yang pasti ada ketika di sana, orang-orang seperti ini yang akan diterima Allah SWT dan akan mendapatkan perhatian yang khusus dari-Nya.

Demikian juga orang-orang yang berhaji ke Baitullah dan memiliki keyakinan bahwa dirinya adalah tamu Allah. Allah sebagai tuan rumah pasti akan menyediakan jamuan-jamuan bagi tamu-tamu Nya dan dengan keyakinan tersebut seharusnya tidak perlu takut untuk tidak bisa makan atau tidak dapat tempat berteduh, karena Allah SWT akan menjamin bagi tamu-Nya yang berpasrah diri pada-Nya. Bahkan kalau seandainya Sang Tuan Rumah meminta tamuNya untuk “tinggal selamanya”, anggap saja itu sebagai bentuk kecintaanya. Inilah bekal ketakwaan.

Di dalam rumah-Nya tentu ada peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh para tamu yang sopan, maka para tamu harus mengerti dengan membekali ilmu. Demikian pula dengan hujjaj agar benar-benar hajinya sesuai dengan protap Allah SWT, mereka harus membekali dengan ilmu manasik haji. Inilah makna bekal ketakwaan yang lain.

Maka siapapun yang berbekal dengan ketakwaan, dia akan mendapati layanan yang memuaskan dari Allah SWT, lebih-lebih di akherat. Maka sabda Rasulullah, “Al Hajj al mabrur laisa lahul jaza illal jannah“, “Haji yang mabrur (diterima) tidak ada balasan yang pantas kecuali surga”, adalah dalil yang menunjukkan adanya layanan Allah di akherat bagi hujjaj yang berbekal dengan ketakwaan.

Namun bagi yang tidak berbekal dengan ketakwaan jangan kecewa, kalau suatu saat kedatangannya ke rumah Sang Kekasih tapi tidak mendapati-Nya. Rugilah! Bagi mereka yang memenuhi panggilan Allah SWT, tapi tidak dilayani dan diberi jamuan oleh-Nya.
Wallahu a`lam
Ya Allah, jadikan kami termasuki Al Kayyis.(ipg)

Bagikan
Berita Terkait

Keberkahan Rumah Tangga Nabi SAW

Keteguhan Hati Nabi SAW

Berpuasa di Negeri Sunyi


Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs