Sabtu, 23 November 2024

Stop Kamaksiatan

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan

Oleh: Muhammad Ilyas, S.Pd.®

Ada kecenderungan manusia untuk mendurhakai Allah ta’ala. Dalam sejarahnya, sejak manusia pertama, Nabi Adam AS, potensi ke arah pelanggaran terhadap ketentuan Allah telah tampak.

Nabi Adam AS, dan Siti Hawa harus rela meninggalkan surga yang penuh kenikmatan setelah keduanya lalai dan tidak waspada terhadap bujuk rayu setan. Keduanya harus tinggal di dunia yang penuh dengan cobaan. Di balik peristiwa ini, Allah pasti akan menunjukkan hikmah yang besar kepada kita dan Dia pasti memiliki maksud tertentu yang hanya diketahui-Nya.

Generasi pertama Nabi Adam AS, Qobil, juga telah nekat melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Allah setelah menumpahkan darah saudaranya sendiri yaitu Habil. Dia membunuh saudaranya sendiri karena tidak bisa mendapatkan Ikrimah, saudara kembarnya, untuk menjadi istrinya. Ikrimah harus mendapatkan Habil, sedangkan Qobil harus mengawini Labudza, saudara kembar Habil.

Itulah ketentuan Allah yang harus ditaati oleh generasi pertama manusia waktu itu. Akan tetapi, yang terjadi adalah terjadinya penolakan oleh manusia yang dilakukan oleh Qobil.

Kecenderungan manusia untuk melanggar ketentuan Allah akan selamanya ada sampai hari kiamat. Hal ini disebabkan oleh adanya nafsu di dalam diri manusia. Bila nafsu tersebut tidak dikendalikan atau senantiasa dituruti maka yang terjadi adalah semakin banyak dari generasi manusia ini yang secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi melakukan tindakan kemaksiatan.

Fenomena ini akan semakin menggurita sejalan dengan semakin kendornya manusia dalam berpegang teguh terhadap syariat Allah. Bukankah fenomena ini yang sering kita saksikan akhir-akhir ini? Bila sudah demikian maka kita tidak akan berhenti dari menerima balasan Allah. Allah ta’ala berfirman, “Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya. Maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Q.S. Maryam [19]: 59).

Sudah tidak berbilang jumlahnya, orang yang menyeru manusia untuk kembali kepada Allah ta’ala. Sudah sering kita jumlah kelompok-kelompok dakwah yang mengajak manusia untuk lebih terikat dengan hukum syara’.
Akan tetapi, kondisi semakin merajalelanya perbuatan maksiat masih sering kita jumpai bahkan menunjukkan kecenderungan semakin meningkat secara kuantitas maupun kualitas. Perkara yang menurut syariat diperbolehkan justru dipertanyakan, dikritik, dan ditolak secara sistemik melalui birokrasi.

Di pihak lain, perkara yang bertentangan dengan syariat dipersoalkan, didukung, bahkan di-perda-kan. Inilah ironi yang dijumpai dalam kehidupan sekarang ini. Bila sudah demikian kondisinya, kita tinggal menunggu saatnya Allah menurunkan siksa-Nya, baik sebagai ujian, peringatan, ataupun adzab.

Bencana, baik yang sifatnya lokal, regional, negara, maupun dunia, seakan tidak ada hentinya. Di negara kita, misalnya, fenomena balasan Allah itu sudah sangat jelas. Lihatlah fenomena gempa bumi dan gelombang tsunami yang meluluhlantakkan bumi Serambi Mekah, Nanggroe Aceh Darussalam dan juga melibas kawasan Pantai Pangandaran.

Lihat juga Gempa bumi yang menghancurkan Kawasan Nias dan Daerah Istimewa Yogjakarta. Cermati juga luapan lumpur panas Lapindo Brantas, Porong, Sidoarjo. Pikirkan banjir bandang akibat pembalakan kayu secara liar (illegal logging) di kawasan hutan tropis. Semuanya jangan hanya dipandang sebagai peristiwa alam biasa dan berlangsung secara alami.
Semuanya itu hendaknya menjadi pelajaran yang berharga buat kita semua. Orang yang bijak tidak akan pernah terjatuh dua kali dalam lubang yang sama.

Sesungguhnya, setiap dosa yang kita lakukan akan menorehkan noda hitam dalam hati kita. Semakin banyak dosa yang kita lakukan, akan semakin banyak pula noda hitam dalam hati kita. Pada akhirnya, hati kita akan tertutup seluruhnya oleh noda hitam tersebut.

Kondisi seperti ini akan mampu membentuk hail (hijab hati) antara kita dengan Allah ta’ala. Bila kita sudah terhijab dengan Allah, apakah yang bisa kita banggakan di dunia ini? Sungguh, semua yang ada pada diri kita tidak ada harganya sama sekali di hadapan Allah bila kita terhijab dengan-Nya.

Nilai kemuliaan manusia di hadapan Allah bergantung bagaimana manusia berupaya melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan berusaha menjauhi semua yang dilarang-Nya. Memang, manusia suatu saat pasti pernah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Allah, baik secara tidak disadarinya atau dilakukan secara sadar dan terang-terangan. Yang jelas, manusia harus segera menyadari kekeliruannya dan berusaha kembali ke jalan-Nya dengan bertaubat.

Rasulullah SAW mengajari kita bahwa manusia itu pasti pernah melakukan suatu kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang telah melakukan kesalahan adalah segera bertaubat.

Alangkah indahnya suatu kampung, kota, negara, bahkan dunia bila penduduknya melakukan pertaubatan secara kolektif, berjamaah. Dunia akan senantiasa diliputi suasana ketenangan, ketenteraman, kedamaian dalam naungan ridho ilahi.

Dunia jauh dari tindakan intimidasi dan provokasi. Eksploitasi terhadap manusia dalam segala bentuknya ditinggalkan. Manusia hidup rukun antarsesamanya. Kapankah itu terjadi? Mudah-mudahan masa itu akan segera tiba. Wa Allahu A’lam.(ipg)

Bagikan
Berita Terkait

Keberkahan Rumah Tangga Nabi SAW

Keteguhan Hati Nabi SAW

Berpuasa di Negeri Sunyi


Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs