Sabtu, 23 November 2024

Seseorang akan Bersama dengan Yang Ia Cintai

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan

Oleh: Azam Eko Prasetyo

Rosululloh SAW pernah berdoa: “Ya Alloh karuniakan cintaMu padaku dan cinta orang yang mencintaiMu dan cinta orang-orang yang mengantarkan diriku pada cintaMu. Serta jadikan cintaMu samudera cinta pada diriku melebihi air yang amat dingin”.

Maka bertanyalah seorang badui kepada beliau: “Ya Rosulalloh, kapan kiamat tiba?” Rosululloh SAW menjawab: “Apa persiapanmu untuk menghadapinya?” Badui itu menjawab: “Demi Alloh, Saya tidak pernah sholat sunnah, juga tidak pernah puasa sunnah dan tidak ada pekerjaan besar (pahala) yang aku lakukan, namun dalam diriku (masih) ada cinta pada Alloh SWT dan RosulNya”.

Maka tersenyumlah Kanjeng Nabi SAW seraya berucap: “Al-mar’u ma’a man ahabba, seseorang akan bersama dengan yang ia cintai”. (Qobasat min hayat ar-rosul, Ahmad Muhammad As-saf hal. 164 dan bandingkan dengan Riyadhush sholihin hal. 116 hadits no. 369 dengan lafadh yang berbeda).

Seseorang bersama dengan yang ia cintai. Jika anak-anak muda kita mengidolakan penyanyi yang populer, bintang film atau tokoh-tokoh nasional. Itu tidak masalah. Bahkan begitu cintanya sama penyanyi yang ngetop, mereka berteriak-teriak histeris menyambut idolanya, bahkan banyak yang jatuh pingsan. Kalau seseorang bersama dengan yang dicintainya, apakah masih bisa dijamin ia akan bersama yang dicintai tersebut di surga kelak? Atau justru sebaliknya, bersama-sama di neraka? Inilah masalahnya. Na’uudzu billah tsumma na’uudzu billah.

Orang tua, anak-anak, paman, bude dan handai taulan harus bisa memposisikan setiap perbuatannya yang bisa mengantarkannya pada surga agar siapapun yang mencintai siapa, bisa bersama sama di jannah an-na’iim.

Seorang anak mencintai orang tuanya, atau sebaliknya, diharapkan bisa bersama-sama di surgaNya yang suci. Karena ketika anak yang durhaka atau anak yang nge-drugs, suka berzina dan sebagainya, akan membuat orang tuanya yang sholihah yang mencintainya, mengangkat anak tersebut pada posisi terpuji di surga Alloh.

Hal tersebut diperkuat oleh Alloh SWT dalam firmanNya yang berarti: “Dan orang-orang yang beriman serta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka (di surga). Dan kami tidak mengurangi sedikitpun dari pahala mereka…. “(Ath-Thuur:21)

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada orang tua kita, maka alangkah indahnya jika kecintaan sejati itu kita persembahkan pula pada Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Karena selain Nabi, semua orang tua, idola dan semua tokoh nasional tidaklah dijamin surganya. Akan tetapi bukan berarti, tidak boleh mencintai mereka. Karena justru hadits tersebut menyarankan pada manusia untuk saling mencintai atas dasar keimanan yang bisa menjadi jembatan cinta pada Alloh dan rosulNya.

Cinta Rosululloh harus ada pada setiap insan yang berkecerdasan hati. Cinta yang walaupun, yaitu walaupun kita tidak pernah melihat senyum manisnya, walaupun kita tidak pernah melihat ciri-ciri manusia yang sempurna sebagaimana yang digambarkan oleh Ummu Ma’bad.

Ummu Ma’bad berkata: “Dia adalah seorang pria yang mukanya bersinar dan ramah, akhlaknya yang mulia. Tubuhnya sedang dan wajahnya terang. Dia cerdik sekali dalam membagi jatah. Kedua matanya hitam, rambut alisnya lebat, matanya bagus, bulu matanya lentik, warnanya sangat hitam seperti dicelak, suaranya agak serak. Jika diam ia tenang. Jika berbicara, tangan dan kepalanya ikut bergerak. Aura wibawanyapun besar. Seolah-olah perkataannya bagaikan manik-manik yang tersusun rapi dan bergulir dengan indah…..”(Al-Wafa’, Ibnul Jauzi, terjemahan).

Walaupun itu semua tidak pernah terwujud di hadapan kita, kecintaan pada Rosululloh SAW tidak berkurang sedikitpun. Inilah cinta walaupun. Cinta atas dasar iman, yang jika ada pada relung hati generasi sekarang bisa jadi akan lebih baik dari generasii sahabat-sahabat Nabi SAW.
Rosululloh SAW ditanya oleh Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah: “Ya Rosulalloh, adakah seseorang yang lebih baik dari kami? Yang kami ber-Islam dan berjihad bersamamu?” Rosululloh menjawab:” (Ada), Yaitu generasi setelah kalian, yang mereka mencintai diriku atas dasar iman, walaupun tidak melihatku”.(H.R. Ahmad dan ath-Thobaroni).

Alkisah, ada seorang kyai muda yang selalu menganggap bid’ah pada acara maulid Nabi Muhammad SAW. Dia ahli debat, sehingga tidak ada satupun kyai atau ulama yang bisa mengalahkan argumennya tentang bid’ah maulid. Suatu saat, pembantunya yang sudah sepuh kecelakaan hingga kritis di rumah sakit. Di saat naza’, kakek tersebut meminta istrinya untuk mendekatkan telinganya pada bibir sang kakek untuk membisikkan sesuatu padanya.

Setelah membisikkan sesuatu pada istrinya, kakek itu meninggal dunia dan kyai muda itu ada di sampingnya. Ia penasaran, kira-kira apa yang dibisikkan sang kakek pada istrinya menjelang ia meninggal. Beberapa minggu kemudian, nenek (istri sang kakek) datang ke rumah kyai muda tersebut untuk mengantar berkatan maulid padanya. Maka kyai muda tersebut bertanya pada nenek tentang bisikan terakhir kakek padanya.
Nenek menjawab, “Oh itu, nggak ada apa-apa kyai. Kakek hanya mengingatkan saya untuk tidak lupa mengadakan maulid di rumah. Mendengar itu, “Hati kyai muda tersebut bergetar, tiba-tiba jantungnya seolah berhenti berdetak, air mata keluar mengalir di pipinya. Lututnya terasa lemas hendak jatuh ke tanah. Subbahanalloh!.”

Kakek ini begitu besar cintanya pada Rosululloh, hingga detik terakhir nyawa menjemputnya bukan dirinya yang dipikirkan atau harta warisannya yang akan menjadi wasiat terakhirnya, namun justru yang dia ingat adalah kelahiran Rosululloh SAW, maa sya Alloh”.

Inilah yang menjadi pikiran kyai muda tersebut. Maka sejak itu ia berubah. Ia sejak itu hingga sekarang tidak lagi membid’ahkan (mengharamkan) acara maulid Nabi Muhammad SAW. Menurutnya kakek ini adalah contoh generasi sekarang yang mencintai Nabi Muhammad SAW dengan derajat cinta walaupun yang berhak menduduki posisi terbaik diantara para sahabat Nabi Muhammad SAW.

Jalan yang terbaik untuk mencintai Rosululloh SAW hingga tingkat cinta walaupun adalah dengan menghidupkan sunnah-sunnahnya dan selalu bersholawat serta memuji padanya dengan pujian yang pantas dan terindah.

Menghidup-hidupkan sunnahnya, dari yang paling kecil seperti bagaimana cara memilih makanan yang halal dan baik, pakaian yang menutup aurot. Hingga persoalan besar seperti bagaimana Rosululloh mengajarkan pada kita tentang tata cara mengurus negara. Itu semua adalah sunnah atau ajaran Nabi Muhammad SAW yang harus dihidup-hidupkan dalam kehidupan kita. Inilah jalan pertama yang harus dilalui oleh seseorang untuk menggapai cinta walaupun dengan Nabi Muhammad SAW.

Yang kedua adalah selalu bersholawat, memberikan pujian yang pantas dan terindah untuk beliau. Begitu mulianya Nabi, jangankan manusia dan seluruh makhluk bumi, Malaikat dan Alloh pun memberikan sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW (Al-Ahzab:56).

Bagaimana mungkin seseorang mengaku cinta pada Rosul, namun lidah begitu kaku untuk bersholawat dan memujinya. Tanda kecintaan pada seseorang biasanya selalu menyebut namanya dan memberikan pujian padanya. Maka kecintaan kita kepada Rosululloh akan terbukti jika lidah dan hati kita begitu lincah dan ringan memberikan pujian-pujian padanya.

Dengan dua hal tersebut, cukuplah seseorang akan menjadi pendamping Nabi Muhammad SAW, karena dengan dua hal tersebut dapat mengantarkan pada cinta walaupun. Yaitu cinta manusia beriman yang tidak pernah hidup bersama Rosululloh SAW namun mereka akan bersama dengan Kanjeng Nabi SAW di surga, karena .Almar’u ma’a man Ahabba. Wallohu a’lam.
Ya Alloh, Jadikan kami termasuk Al-Kayyis.(ipg)

Bagikan
Berita Terkait

Keberkahan Rumah Tangga Nabi SAW

Keteguhan Hati Nabi SAW

Berpuasa di Negeri Sunyi


Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
29o
Kurs