Oleh: Eko Prasetyo
Ketika mentari tenggelam dalam rengkuhan garis cakrawala dan hilal mengintip dari balik garis pemisah antara bumi dan kaki langit, sayup-sayup terdengar suara adzan Maghrib yang menyejukkan hati, tak lama kemudian dari rumah-rumah Alloh pun terdengar takbir-an menggema dan menggetarkan hati setiap insan yang cinta padaNya.
Antara kebahagiaan, kesedihan dan kekhawatiran bercampur dalam tetesan air mata cinta kasih. Bahagia telah menuntaskan tugas ibadah puasa sebulan penuh dan sedih karena meninggalkan bulan yang memiliki malam setara dengan seribu bulan. Serta khawatir tidak mendapatkan kembali kesempatan tersebut.
Di momen ini, kembali kita teringat akan firman Alloh: “Wa Litukmilul ‘iddata wa li tukabbirulloha ‘alaa maa hadaakum wa la’allakum tasykuruun“, yang artinya: “Dan supaya kalian menyempurnakan bilangan (puasa) dan supaya kalian bertakbir pada Allah atas petunjukNya yang diberikan pada kalian agar kalian bersyukur”.
Menyempurnakan puasa adalah berpuasa secara penuh (29/30 hari) dan sesuai dengan syari’at Alloh SWT. Kesempurnaan puasa tersebut membuat kebahagiaan untuk bertakbir dan mentauhidkan Alloh. Dan gema takbir tersebut adalah simbol serta perwujudan dari kesyukuran manusia karena telah meraih kesempatan ber-Idul fitri. Sedangkan manusia yang tidak berpuasa dengan alasan yang tidak syar’i adalah manusia yang tidak bersyukur padaNya.
Manusia seperti ini adalah manusia yang tidak akan merasa bahagia ketika terdengar gema takbir di malam ldul Fitri.
“Idul Fitri” secara bahasa bermakna kembali berbuka (futhur) atau sarapan pagi. Karena sebelumnya di bulan Romadlon terlarang untuk futhur atau sarapan pagi hari. Namun kata Al Fithr, memiliki derivasi (turunan kata) yang banyak.
Pertama, Al Fithr adalah berasal dari kata fathara, yang berarti kholaqa atau al khilqoh, yang berarti penciptaan. Jadi makna Idlul Fithri adalah merenungi kembali pada penciptaan manusia, terutama pada awal penciptaanya yaitu ketika pada masa anak-anak.
Anak kecil memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah, ia menyenangkan orang-orang yang di sekitarnya, mulai dari canda tawanya, kelucuannya dalam bertingkah bahkan bau mulut dan badannya pun sangat disukai sekalipun baru bangun tidur. Dan anak kecil yang baru belajar berjalan pasti sering jatuh dan menangis tapi mereka tetap terus berusaha untuk mengulang kegiatan tersebut. Ini semua memberikan dua makna bagi seorang muslim yang dewasa.
Pertama, agar kehadirannya di tengah masyarakat umum bisa membuat mereka senang dan ditunggu-tunggu kemanfaatannya. Karena seorang muslim yang telah berpuasa dengan berdasar keimanan dan mengharap ridloNya seharusnya bisa mengembalikan dirinya terasa bermanfaat pada tetangga-tetangganya, teman-temannya dan lebih-lebih saudara-saudaranya. Seorang yang ahli ibadah selama Romadlon namun perkataannya menyakitkan orang lain, tidak ramah dengan lingkungannya, sesungguhnya ia belum beridlul fitri.
Kedua, berusaha keras tanpa lelah dengan tetap bertawakkal pada Alloh SWT. Sebagaimana usaha anak kecil yang baru bisa berjalan.
Selain itu makna dari Al Fithr adalah merenungi penciptaan manusia sebagai khalifah di bumi ini. Manusialah yang diberi amanah untuk mengatur bumi ini sebaik-baiknya. Dan jangan ada lagi kerusakan-kerusakan alam yang disebabkan oleh ketidakpahaman manusia sebagai khalifah (pengelola) yang cerdas. Termasuk dalam makna khalifah disini adalah mengatur alam ini dengan panji-panji kehormatan syari’at Alloh SWT. Sehingga makna idul fitri dalam konteks di atas adalah kembalinya manusia untuk menegakkan secara istiqomah hukum-hukum Alloh SWT di bumi Indonesia ini.
Yang kedua, Al Fithr juga bermakna Al Fithrah, yaitu Al Iman atau agama yang hanif (lihat Ar Rum: 30). Rosululloh SAW pernah bersabda;”Kullu mauluudin yuuladu ‘alalfithrah”.Setiap manusia dilahirkan atas keimanan dan agama yang hanif. Idul Fitri adalah kembalinya manusia untuk menjalankan segala perbuatan yang berdasar pada agama yang hanif, yang lurus yang berdasarkan keimanan pada Alloh SWT.
Maka setelah berpuasa diharapkan manusia ketika makan dan minum serta menyalurkan hasrat biologisnya tetap pada jalur-jalur keimanan, yaitu tidak berlebihan dan diiringi dengan selalu ingat (berdzikir) pada Alloh SWT. Dan termasuk menjalankan agama yang hanif adalah menanamkan kecintaan pada saudaranya yang seiman, maka setelah Romadlon tidak ada lagi kesenangan akan kesusahan saudaranya, dan kesusahan atas kesenangan saudaranya. Dan tidak ada ghibah dengan sesamanya serta melemparkan tuduhan-tuduhan yang palsu untuk menjatuhkan lawan bisnisnya.
Selain itu, agama yang hanif terpancar pula dari sikap menjadikan Alloh SWT sebagai satu-satuNya tempat meminta segala permohonan. Maka setelah Romadlon tidak ada lagi kesyirikan yang dipertontonkan pada masyarakat umum, baik oleh perorangan, media maupun para pemimpin-pemimpin negeri ini. Serta menjadikan Alloh SWT sebagai satu-satunya tujuan hidup setiap insan, jangan ada lagi ibadah-ibadah yang bersifat politis, konsumtif dan berlatar belakang romantis. Inilah makna idul fitri yang kedua.
Ketiga, al-fithri juga bermakna Al Fithrah yang berarti suci. Kata suci tersebut bermuara dari kebersihan, keindahan dan cinta. Setelah Romadlon, seseorang harus kembali bersih, yaitu bersih dari dosa-dosa yang melekat selama 11 bulan sebelumnya. Rosulullah SAW bersabda yang artinya, “Barangsiapa yang berpuasa atas dasar iman dan mengharap ridloNya, maka ia akan diampuni dari dosa-dosanya yang lalu”.Maka, kebersihan dari dosa tersebut diharapkan bertahan hingga bulan Rajab/ Sya’ban yang akan datang. Dan setelah Romadlon, ketika seseorang telah bersih dari segala dosa terutama dosa-dosa kecil maka ia akan menggenggam keindahan pada dirinya.
Keindahan tidak hanya terletak pada badaniyah atau materi karena bajunya yang baru, sarungnya yang baru dan lain-lainnya yang juga baru namun terletak pada keindahan luhurnya budi atau akhlaknya. Maka di bulan-bulan setelah Romadlon ini tidak ada lagi kata-kata yang tidak sopan, tidak ada lagi perilaku yang tidak santun. Idul Fitri adalah pancaran ketawadlu’an seseorang untuk terus meraih keindahan hidup yang lebih berkah.
Maka siapapun setelah Romadlon harus kembali pada kesucian yang intinya ada dalam cinta. Karena cinta yang sejati adalah cinta yang suci. Dan dibalik cinta ada kebahagiaan. Dan kebahagia-an adalah milik ornag-orang yang berpuasa atas dasar keimanan dan pengharapan akan ridlo Alloh SWT. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: “Bagi orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, kebahagia-an ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu Tuhannya”.
Seseorang yang bahagia pasti ada cinta di dalam dirinya, maka ketika takbir dikumandangkan pasti dalam hatinya bertaburan mutiara cinta. Di matanya ada pancaran sinar cinta, di mulutnya ada nafas-nafas cinta dan di kakinya ada hentakan cinta. Semua orang di malam takbiran itu bersuka cita dengan cinta. Inilah cinta sejati yang hanya dimiliki oleh manusia yang berpuasa dengan benar, yang akan mengantarkan pertemuannya dengan yang amat sangat dicintai yaitu Alloh SWT dan inilah cinta abadinya.
Pertemuan dengan kekasih yang dicintai yaitu Alloh SWT ini bisa ditempuh melalui dua jalan.
Jalan pertama, adalah dengan sholat. Kerinduan dan kemesraan seseorang pada Kekasih Abadinya bisa terobati dengan meniti tangga cinta di dunia ini melalui sholat yang berkualitas. Jadi Idul Fitri dengan makna ini, adalah kembalinya seseorang untuk memperbaiki hubungannya dengan penciptanya melalui sholat yang berkualitas, terutama pada sholat-sholat malamnya.
Semakin khusyu’ sholat seseorang, semakin ia bisa menikmati pertemuannya dengan Alloh. Baginya, suara adzan adalah panggilan mesra yang melenakan hatinya dari Sang Kekasih Abadi.
Jalan yang kedua, adalah melalui kematian menuju kehidupan yang abadi. Inilah terminal akhir bagi seorang yang beriman untuk bertemu denganNya di kehidupan akhirat kelak. Seseorang begitu bahagia membawa cintaNya untuk menemui yang menjadi Penciptanya. Dengan bangga ia menemuiNya seraya membawa hasil cintanya berupa puasa dan amal ibadah lainnya.
Kedua makna tentang pertemuan padaNya (liqorobbihi), inilah yang mungkin dimaksud Allah dengan kalimatNya, ‘Alladzina yadzunnuna annahum mulaqu rabbihim wa annahum ilaihi roji-un‘(Al Baqarah 46), ‘Mereka yang meyakini akan pertemuannya dengan Tuhan mereka dan sesungguhnya mereka akan kembali padaNya”
Dari semua makna Idul Fitri di atas, kesimpulannya bermuara pada satu titik, yaitu kembali untuk menggenggam erat-erat cintaNya, dan jangan dilepaskan hingga mendapatkan kesempatan kembali bertemu dengan bulan Romadlon yang akan datang. Wallohu A’lam.
Ya Alloh jadikan kami termasuk Al Kayyis.(ipg)