Sabtu, 23 November 2024
Al Haromain

Lebaran

Laporan oleh Iping Supingah
Bagikan

Oleh: Mishad Khoiri

Siang itu terik panas matahari terasa semakin menyengat. Kendaraan yang kami tumpangi terhenti di tengah kerumunan kendaraan lain. Saya, istri dan anak hanya bisa pasrah terjebak di tengah-tengah kemacetan lalu lintas.

Yang lebih saya khawatirkan hanya kondisi anak saya yang waktu itu usianya belum genap tiga bulan. Di pertigaan jalan terlihat sederet kendaraan yang antri memanjang mulai dari sejumlah mobil, bus, truk, dan ratusan sepeda motor. Kondisi macet ini bukan terjadi karena ada kecelakaan, perbaikan jalan, atau karena luapan lusi (lumpur Sidoarjo). Tapi kemacetan itu terjadi akibat pasar tumpah, bersamaan dengan arus mudik menjelang lebaran.

Alhamdulillah, tidak lama kemudian kami bisa keluar dari kemacetan. Tradisi di masyarakat kita menjelang lebaran selalu identik dengan keramaian. Fenomena pasar tumpah dan arus mudik adalah tradisi yang mengakar hingga kini di masyarakat kita menjelang lebaran.

Di bulan Ramadhan, limpahan rahmat diberikan kepada kita, termasuk berkah berupa rizqi. Apa saja aktifitas ibadah yang dilakukan di bulan ramadhan akan mendatangkan balasan yang berlimpah, termasuk dari aktifitas bekerja. Lihat saja rizqi yang diperoleh para pedagang. Pada saat ramadhan sampai menjelang lebaran para pedagang sembako hingga pedagang pakaian laris manis.

Menurut pengakuan mereka, rata-rata tiap hari omzet penjualan mereka sampai 3 kali lipat dari hari-hari biasa. Begitu juga dengan para sopir, tukang cukur, bahkan tukang parkir. Rizqi yang diterima mereka juga berlipat karena tingkat konsumsi yang membutuhkan jasa mereka juga meningkat. Di bulan ramadhan, Walaupun harga sembako dan kebutuhan hidup manusia lainnya merangkak naik seolah tidak menyurutkan tingkat konsumsi masyarakat.

Para petani dan nelayan pun turut mengais berkah ramadhan. Omzet penjualan beras, sayur mayur, buah-buahan, dan ikan meningkat sehingga mendongkrak harga jual hasil pertanian dan perikanan. Akibatnya petani dan nelayan mendapatkan keuntungan yang lebih dari hari-hari biasanya. Para PNS dan karyawan swasta juga juga tidak ketinggalan mendapatkan rizqi tambahan. Biasanya menjelang lebaran mereka mendapatkan THR dan parcel dari kantornya. Dana-dana khusus, seperti arisan lebaran, dana fitri, SHU koperasi juga didistribusikan pada saat menjelang lebaran. Rizqi finansial inilah yang mendukung tingkat konsumsi masyarakat kita, sehingga menjelang lebaran mereka bisa membeli berbagai kebutuhannya, termasuk untuk keperluan mudik

Di bulan ramadhan rizqi tidak hanya datang pada mereka yang bekerja. Fakir miskin dan yatim piatu pun mendapat berkah yang berlimpah pada bulan ramadhan. Para dermawan seperti seolah ringan kaki dan cepat tangan untuk berbagi dan mengeluarkan sebagian harta mereka untuk para dhu’afa’. Para dermawan paham, bahwa zakat, infaq, dan shodaqoh yang dikeluarkan pada bulan ramadhan akan berlipat ganda pahalanya. Maka para dermawan rata-rata mengeluarkan zakat maal, infaq, shodaqoh, dan tentu saja zakat fitrah di bulan ramadhan sampai menjelang sholat iedul fitri.

Mengapa pada saat hari raya masyarakat kita membeli pakaian baru, perabot baru, kendaraan baru atau membeli dan memasak makanan istimewa? Kalau kita berpikir positif, mungkin mereka melakukan itu karena ingin bersyukur atas karunia nikmat rizqi yang diberikan pada mereka. Rasa syukur itu juga merupakan ekspresi dan manifestasi dari ibadah mereka selama bulan ramadhan.

Di samping itu, pada saat lebaran banyak tamu yang berkunjung ke rumah mereka, mulai dari para tetangga sampai handai taulan. Maka mereka ingin melayaninya dengan makanan istimewa, wajah berseri dan pakaian baru yang rapi dan bersih. Kendaraan baru mereka juga dimungkinkan untuk menunjang kenyamanan perjalanan untuk bersilaturrahmi ke sanak kerabat, terutama yang ada di luar kota.

Pakaian baru, kendaraan baru, ataupun sajian makanan istimewa yang diniatkan untuk hal-hal di atas tentu saja akan bernilai ibadah. Tapi jangan sampai untuk memenuhi kebutuhan tersebut kita sampai melampaui batas atau sampai hutang ke sana kemari. Hal tersebut termasuk “isyrof” (baca: berlebih-lebihan), dan yang berlebih-lebihan itu adalah temannya syetan. Jangan gunakan aji mumpung, yaitu mumpung uang kita banyak lalu belanja kita berjibun.

Jika kita diberi rizqi yang berlimpah, maka ingatlah saudara-saudara di sekitar kita yang masih butuh uluran tangan. Fakir miskin, yatim piatu, dan masyarakat yang tertimpa bencana adalah orang-orang yang harus kita bantu.

Menjelang lebaran tahun lalu angka kriminalitas, terutama kasus pencurian dan perampokan meningkat. Ketika diinterogasi polisi, mereka mengaku melakukan itu karena kepepet membutuhkan uang untuk keperluan lebaran. Bahkan ada seorang ibu rumah tangga yang nekat mengambil sejumlah pakaian dan kebutuhan rumah tangga di supermarket dengan alasan untuk diberikan pada anak-anaknya untuk keperluan lebaran.
Mungkin selain faktor moralitas, peristiwa ini terjadi lantaran ketidakpedulian kita terhadap nasib mereka yang serba kekurangan.
Demikian juga dengan fenomena mudik. Mudik adalah budaya khas di Indonesia pada saat lebaran. Kalau kita amati, budaya mudik sebenarnya berakar dari perintah untuk bersilaturrahmi.

Puncak kepuasaan masyarakat kita yang merantau adalah ketika dia bisa mudik pada saat lebaran. Apalagi ketika pulang kampung mereka bisa berbagi rizqi dari hasil jerih payah mereka bekerja selama setahun di kota atau di tanah rantau. Mereka bergembira ketika bisa pulang, bersilaturrahmi dan membawa oleh-oleh untuk orang tua, saudara, dan sanak famili yang ada di rumah.

Mereka juga ingin menunjukkan rasa syukurnya selama bekerja di kota sebagai ungkapan “tahadditsubinnikmah“. Bahkan ada seorang ibu rumahtangga yang mudik dari Jakarta ke Tegal Jawa Tengah dengan mengendarai motor bebek bersama dengan anaknya plus sejumlah barang bawaan. Sungguh perjalanan yang jauh dan melelahkan jika dilakukan oleh kaum hawa. Mudah-mudahan hal itu dilakukan dia demi menunaikan perintah untuk bersilaturrahim ke sanak kerabat di kampung.

Fungsi silaturrahim ternyata tidak bisa digantikan dengan teknologi modern. Keberadaan teknologi HP 3G yang memiliki fasilitas teleconference pun tidak signifikan mengurangi angka mudik. Dari tahun ke tahun arus mudik di Indonesia semakin meningkat. Silaturrahmi fisik, terutama pada orang tua dan kerabat dekat kelihatannya sulit untuk digantikan dengan memanfaatkan teknologi HP atau internet sekalipun. Kecuali kalau memang disebabkan kesibukan dan tempat yang sangat jauh, seperti di luar negeri, maka mereka biasanya menunda waktu untuk pulang kampung. Alhasil seolah ada dorongan magis pada kita untuk mendahulukan bersilaturrahmi ke kampung halaman ketika lebaran.

Dorongan itu dirasakan oleh siapa saja, mulai dari orang biasa, pejabat atau kalangan selebritis. Kita lihat para pejabat dan selebritis di Indonesia pun melakukan mudik setiap lebaran.

Detik-detik yang menentukan segera tiba, ummat Islam di seluruh penjuru dunia akan merayakan hari raya Idul fitri (Ied) tepat 1 syawal 1428 H. Hari Raya menjadi tradisi keagamaan, lambang kemenangan ummat bertarung melawan hawa nafsu selama satu bulan di bulan Ramadhan.

Di hari itu, umat bagaikan bayi yang terlahir kembali dalam kesucian dan ampunan dari Sang Khaliq.
Bagi kita yang gemar “berburu” pahala dan menambah amalan pada momentum Idul Fitri, Rasulullah SAW telah mencontohkan beberapa teladan menunaikan ibadah pada hari itu, antara lain :
1. Mandi dan berhias sebaik-baiknya. ” Rasulullah saw menyuruh kami pada hari raya supaya memakai pakaian, berharum-haruman sebaik-baiknya yang ada pada kami dan berkurban dengan binatang segemuk-gemuknya yang ada pada kami”. (Hadits Riwayat Hakim & Ibnu Hibban).
2. Makan sebelum pergi shalat Idul Fitri. Dari Anas r.a berkata :” Nabi saw tidak pergi mengerjakan shalat pada Hari Raya Fitri, sehingga beliau memakan beberapa biji korma dahulu”. (Hadits Riwayat Ahmad & Bukhori). Sebaliknya, di Hari Raya Idul Adha dianjurkan tidak makan sebelum shalat Hari Raya Haji. Dari Buraidah: “Nabi saw tidak makan pada Hari Raya Haji sehingga beliau kembali dari shalat” (Hadits Riwayat Tirmidzi).
3. Pergi dan pulang melalui jalan yang berlainan. Jabir bin Abdullah r.a. berkata: “Pada hari raya, Rasulullah saw menggunakan jalan (pergi & pulang) yang berbeda”. (Hadits Riwayat Bukhori).
4. Bertakbir pada malam sebelum Idul Fitri sampai ditegakkan shalat Id. “Dan hendaklah kalian mengagungkan Alloh (bertakbir) atas petunjukknya yang diberikan kepada kalian” (QS Al Baqarah : 185)
Bersedekah kepada fakir & miskin. Rasulullah saw bersabda : “kayakan mereka (orang-orang fakir/miskin) hingga tidak meminta-minta pada hari ini (Idul Fitri).

Bila kita mengamalkan ke-empat teladan di atas, tentunya belum sempurna kemenangannya tanpa bersilaturahim dan meminta maaf kepada orang tua, keluarga, tetangga, dan para handai taulan seraya mengucapkan kalimat sebagaimana yang ditunjukkan para sahabat Nabi ketika saling bertemu : “TaqobbAllohu minna wa minkum” (artinya, semoga Alloh menerima amal ibadahku dan amal ibadah kalian).

Inilah ucapan selamat yang diberikan kepada seorang muslim yang telah sebulan menjalankan ibadah puasa dan tips amalan sunnah pada Hari Raya Idul Fitri. Semoga di bulan Ramadhan ini kita termasuk hamba yang diampuni dosa kita dan ibadah kita diterima Alloh Ta’ala. Amiin. Wallahua’lam.(ipg)

Bagikan
Berita Terkait

Keberkahan Rumah Tangga Nabi SAW

Keteguhan Hati Nabi SAW

Berpuasa di Negeri Sunyi


Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs