Sabtu, 23 November 2024

Siti Mukaromah: Santri Penjaga Moral dan Tradisi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Siti Mukaromah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PKB. Foto: Istimewa

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, mengubah perilaku dan budaya khususnya pada generasi muda. Pola hidup individual dan kurangnya interaksi dengan sekitar berpengaruh menjadi perilaku yang tidak peduli pada lingkungan sekitar.

“Perilaku seperti ini sudah menjadi pemandangan biasa dan seringkali kita temui, misalnya di transportasi umum ada orang yang berpura-pura tidur, sementara ada orang tua yang berdiri. Padahal di sana ada tempat duduk prioritas, sudah jelas peruntukannya,” ujar Siti Mukaromah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PKB disela-sela Apel Peringatan Hari Santri, di Kampus Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Bogor (22/10/2019).

Santri, lanjut Erma, terbiasa hidup dalam lingkungan Pondok Pesantren dimana akhlak, moral dan nilai-nilai keagamaan maupun kemanusiaan menjadi kebiasaan.

Pola hidup sederhana, dengan aturan tidak boleh menggunakan handphone, kedisiplinan waktu dalam beraktivitas, setor hafalan, tunduk pada aturan yang berlaku, serta takzim pada ustadz dan kyai menginternalisasi dalam dirinya.

“Kebiasaan ini yang membangun moral dan tradisi santri ketika terjun ke masyarakat. Kepedulian terhadap sesama, sikap menghormati dan peduli menjadi ciri khas kehidupan Pondok,” papar Erma yang juga Ketua Umum Perempuan Bangsa.

Sejak 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri oleh pemerintah, perhatian masyarakat terhadap santri semakin besar.

Momentum itu selalu diperingati setiap tahun melalui banyak tulisan, kajian, festival, dan berbagai upacara oleh banyak kalangan. Penelitian-penelitian dan buku-buku mengenai santri juga semakin banyak dijumpai.

Erma mengingatkan mengenai sejarah Hari Santri tidak lepas dari peran ulama dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa jihad, 17 September 1945 yang berbunyi: 1) Hukumnya memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardlu’ainbagi tiap-tiap orang Islam; 2) Hukumnya orang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta kompotannya adalah mati syahid; 3) Hukumnya orang yang memecah persatuan kita sekarang ini adalah wajib dibunuh.

“Atas dasar fatwa itulah, kemudian para ulama se-Jawa dan Madura mengukuhkan Resolusi Jihad dalam rapat yang digelar pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di kantor Pengurus Besar Nahdatul Ulama (NU) di Bubutan, Surabaya. Resolusi jihad ini yang kemudian menggema dan menyebar dari mulut ke mulut maupun ke masjid-masjid, dan musholla. Resolusi jihad mengobarkan semangat membela tanah air dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia,” paparnya.

Peringatan Hari Santri tahun 2019 bertepatan dengan awal periodesasi pemerintahan dan parlemen. Hari ini saat yang tepat untuk membangun spirit berkeindonesiaan, membangun dan bekerja utk menjadikan indonesia lebih baik, maju, dan lebih bermartabat dalam kemajemukan budaya Indonesia dengan mengedepankan nilai rahmatan lil alamin. (rid/dwi/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs