Sabtu, 23 November 2024

Pakar Kesehatan Dukung Liburkan Siswa Pembawa Kuman Difteri

Laporan oleh Restu Indah
Bagikan
Siswa mengikuti pelajaran dengan mengenakan masker agar tidak terjangkit difteri di SMAN 7, Malang, Jawa Timur, Rabu (23/10/2019). Foto: Antara

Dr dr Atik Choirul Hidajah Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya menilai langkah Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Kota Malang untuk meliburkan ratusan siswa dan puluhan guru pembawa kuman difteri sangatlah tepat.

Atik mengatakan, pembawa kuman difteri atau carrier harus mengurangi aktivitasnya untuk mencegah kuman difteri menular ke orang lain.

“Tindakan dalam meliburkan cukup tepat untuk menghindari penyebaran difteri. Sampai kapan? Profilatktus diberikan sampai tujuh hari. Jika sudah tujuh hari antibiotik diminum boleh dicabut dan beraktivitas. Tapi, sebaiknya tetap pakai masker,” kata Atik.

Atik mengatakan, tindakan yang dilakukan kepada pembawa kuman difteri adalah dengan memberikan antibiotik eritromisin pada orang yang diduga menjadi kontak, atau misalnya yang hasil pemeriksaannya positif.

“Kalau dia carrier atau pembawa difteri, dia harus diberikan antibiotik eritromisin pada orang yang diduga menjadi kontak, atau misalnya hasil pemeriksaan Elisa (Enzyme-linked immunosorbent assay) positif. Jika pemeriksaan lanjutan positif maka harus diberikan Anti-difteri serum (ADS),” ujarnya.

Apa itu difteri?

Lebih lanjut, Atik menjelaskan, difteri adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Penyakit tersebut ditularkan dari satu orang ke orang lain.

“Cara penularan lewat pernafasan, dengan batuk, dengan berbicara dan sebagainya. Oleh karena itu, satu orang positif, harus dipastikan orang tersebut terkonfirmasi kasus difterinya,” kata dia.

Untuk melihat seseorang itu positif atau tidak difteri, standar yang digunakan WHO adalah hasil isolasi. Pada proses itu, bakteri difteri, kata Atik, di-SWAB, diisolasi, dikultur (dibiakkan).

“Hasil itu jika positif akan ditentukan ada beberapa jenis. Setelah itu baru dikatakan positif,” ujarnya.

Sementara untuk kasus di Kota Malang, Atik menduga Dinas Kesehatan Kota Malang bekerja sama dengan RSUD Dr Saiful Anwar dan Universitas Brawijaya Malang tidak menggunakan standar WHO tersebut, namun menggunakan standar Elisa yang lebih sensitif.

“Kalau hasil Elisa positif masih harus dibuktikan lagi, apakah kulturnya positif atau tidak,” kata dia.

Sebelumnya, ratusan siswa dan puluhan guru di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Kota Malang dinyatakan positif sebagai pembawa kuman difteri, sehingga menyebabkan kegiatan belajar mengajar di sekolah itu harus diliburkan sementara waktu.

Nanang Sukmawan Setiabudi Wakil Kepala bidang Kurikulum MIN 1 Kota Malang di Kota Malang, Jawa Timur, mengatakan dari total jumlah 1.617 siswa, sebanyak 212 anak dinyatakan positif pembawa kuman difteri usai dilakukan pemeriksaan SWAB secara kultur oleh Laboratorium. (ant/rst)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs