Rencana pemberian amnesti (pengampunan) oleh Jokowi Presiden terhadap Din Minimi pemberontak lokal di Aceh, ditanggapi positif kalangan DPR RI.
Amnesti tersebut dinilai lebih banyak manfaatnya daripada mudharatnya (keburukannya). Karena itu, Komisi III DPR RI menunggu Keppres Jokowi untuk segera dikirimkan ke DPR RI guna mendapat pertimbangan.
“Amnesti itu kewenangan Presiden, hanya perlu mendapat pertimbangan DPR RI. Amnesti ini memang lebih politis, tapi dengan kondisi saat ini langkah Jokowi Presiden itu akan lebih efektif daripada harus menunggu proses hukum dan memang belum ada verifikasi tindak pidana umum yang dilakukan,” ujar Tjatur Sapto Edy anggota komisi III DPR RI fraksi PAN dalam diskusi “Amnesti untuk Din Minimi” di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Menurut Tjatur dengan amnesti itu justru tidak ada yang tersakiti, karena amnesti memang berdasarkan asas keadilan, manfaat, efektif dan efisien. Dengan begitu, maka mereka bisa kembali hidup normal di tengah masyarakat dan pemerintah bisa menjalankan tugas untuk mensejahterakan rakyat.
Sementara Syaifullah Tamliha anggota Komisi I DPR RI juga sependapat jika amnesti itu dijamin UUD 1945. Hanya saja jangan sampai terulang kasus Papua, di mana Presiden Jokowi tidak meminta pertimbangan DPR RI, sehingga tidak memenuhi prosedur amnesti itu sendiri.
“Untuk Din Minimi pun Presiden Jokowi belum menyampaikan surat atau Keppres ke DPR RI,” ujar dia.
Din Minimi itu, kata Tamliha, terdiri dari 40 orang dan pendukungnya 75 orang, lebih pada persoalan ekonomi karena banyak janda yang ditinggal suaminya dan yaitim piatu akibat konflik dengan GAM. Sedangkan kasus hukumnya banyak temuan penyalahgunaan APBD oleh pemerintah daerah dan ini perlu perhatian khusus dari Kejaksaan dan Kepolisian. “Jangan sampai Aceh itu menjadi negara dalam negara,” kata dia.(faz/dwi)
Teks Foto:
– Tjatur Sapto Edy anggota komisi III DPR RI fraksi PAN dalam diskusi “Amnesti untuk Din Minimi” di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Foto: Faiz Fajaruddin suarasurabaya.net