Ratusan umat Tridharma dan Konghucu memadati klenteng Hong San Ko Tee di Jl HOS Cokroaminoto Surabaya. Ditemani asap Yusua, sejak pukul 7.00 WIB lebih dari 800 orang bergantian melaksanakan prosesi ibadah Ciswak sebagai doa jelang tahun baru Imlek 2567 yang jatuh Senin 8 Februari 2016.
Ciswak pertama sebagai doa tutup tahun dilakukan hari ini untuk menyucikan diri agar jauh dari malapetaka dan segala penyakit.
Suhu Gunawan yang memimpin prosesi Ciswak mengatakan, Ciswak di klenteng Cokro dilakukan dengan sebuah ruwatan dengan gabungan tiga tradisi yaitu Bali, Jawa dan Tionghoa.
“Tradisi Bali dengan ruwatan, Jawa dengan siraman bunga lalu Tionghoa dengan cara Ciswak. Kita padukan supaya penuh kesempurnaan,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Minggu (31/1/2016).
Proses Ciswak dilakukan dengan upacara doa kepada 8 dewa yang ada di klenteng. Tapi, yang diutamanakan adalah berdoa pada Dewa tuan rumahnya yang berada di altar tengah yaitu Kong Tke Cun Ong.
Prosesi juga dilakukan dengan penuangan minyak ke tempat tungku lilin sebagai penada persembahan untuk kehidupan yang lancar. “Suapaya pekerjaan lancar kembali dan agar lilin kehidupan supaya tetap menyala,” katanya.
Setelah itu, prosesi terakhir adalah siraman air bunga untuk tola balak, penyematan berkah di kening, dan memotong bagian rambut sebagai melepaskan atau membuang segala keburukan.
“Supaya di tahun monyet api, tidak tertimpa musibah. Bisa hidup normal apa adanya,” katanya.
Menurut Suhu Gunawan, Tahun Monyet Api maknanya sangat baik untuk sektor ekonomi. Hanya saja, tantangannya sangat berat sekali. “Semoga di tahun depan negara Indonesia lancar. Ekonominya bisa pulih kembali,” katanya.
Setelah Ciswak pertama ini, selanjutnya ada Ciswak kedua yang akan digelar pada Minggu 14 Februari 2016 atau satu pekan setelah Imlek.(bid/iss/rst)
Teks Foto:
-.Indriati komisaris distributor VIVA di Indonesia Timur membakar tumpukan Kim Cua atau uang kerta sebagai rasa syukur.
Foto; Abidin suarasurabaya.net.