Tiga mahasiswi indonesia yang tergabung dalam Tim The Women of Indonesias Seven Summits Expedition MAHITALA UNPAR (WISSEMU) berhasil mengirimkan anggotanya mencapai Puncak Aconcagua (6.962 mdpl) pada tanggal 30 Januari 2016.
Berangkat pukul 04.30 (14.30 WIB) waktu setempat, tim menempuh perjalanan lebih dari 12 jam dan sampai di Puncak Aconcagua pukul 17.45 waktu setempat (03.45 WIB tanggal 31 Januari 2016).
ALfon, juru bicara tim WIssemu, mengatakan pendaki mahasiswi unversitas Parahiyangan bandung ( UNPRA) memulai perjalanan ke Argentina sejak 11 Januari 2016.
Informasi terakhir yang didapat melalui komunikasi telepon satelit Minggu (31/1/2016) pukul 21.11 WIB, saat ini tim berada di Refugio Berlin (5930 mdpl) untuk beristirahat sebelum turun ke Mendoza, Senin (1/2/2016).
Tim akan kembali ke Jakarta dari Buenos Aires pada tanggal 5 Februari 2016.
“Pendakian selanjutnya akan direncanakan tim sekembalinya ke Bandung. Kondisi semua anggota tim sehat,” kata Alfon.
Pendakian yang dilakukan Tim WISSEMU mengambil jalur normal. Pada jalur ini berarti Tim WISSEMU melalui base camp Plaza De Mulas (4.250 mdpl) untuk beristirahat dan memilah logistik dari tanggal 20 Januari 2016 dan dilanjutkan ke Plaza Canada (4.900 mdpl)
Lima hari kemudian, Nido De Condores (5.400 mdpl) sehari setelahnya atau pada 26 Januari 2016, Refugio Berlin (5.930 mdpl) pada 29 Januari 2016.
Berkat perjuangan dan semangat pantang menyerah tiga mahasiswi UNPRA indonesia, dengan bangga berhasil mengibarkan bendera merah putih di Puncak Aconcagua dg ketinggian 6.962 m dari permukaan laut ( mdpl)
Gunung Aconcagua adalah gunung tertinggi di Benua Amerika Selatan yang terletak di Provinsi Mendoza, Argentina. Gunung Aconcagua meenjadi Puncak keempat yang berhasil dicapai Tim WISSEMU. Gunung Aconcagua terletak di jajaran Pegunungan Andes dan terkenal memiliki cuaca dingin yang ekstrem ditambah badai angin yang sangat berbahaya dan dikenal dengan sebutan el viento blanco.
Angin kencang yang kabarnya dapat mencapai 90 km/jam bertiup bersamaan dengan kabut yang ditambah dengan hujan salju merupakan gambaran sederhana dari badai berbahaya ini. Menurut beberapa, el viento blanco ini juga yang diduga menjadi penyebab meninggalnya pendaki berpengalaman dari Indonesia yaitu (Alm) Norman Edwin dan rekannya (Alm) Didiek Samsu (tahun 1992) pada saat melakukan ekspedisi seven summits kala itu. (jos/dwi/rst)