Sabtu, 23 November 2024

Presiden Minta Pers Bangun Optimisme Publik

Laporan oleh Jose Asmanu
Bagikan
Joko Widodo Presiden RI dan Margiono Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Hari Pers Nasional, Selasa (9/2/2016). Foto: Istimewa

Joko Widodo Presiden meminta pers membangun sikap optimisme publik dengan menyajikan informasi yang bisa menggugah masyarakat untuk membangun.

Kepala Negara mengemukakan hal itu dalam sambutan saat menghadiri puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2016 di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Selasa (9/2/2016).

“Bagaimana agar pers bisa ikut bangun optimisme publik. Bangun etos kerja masyarakat. Bangun produktivitas,” kata Joko Widodo seperti dilansir Antara.

Ia meminta agar media tidak menciptakan pesimisme dan tidak terjebak pada berita sensasional, apalagi dengan meminta pendapat pengamat yang malah membikin pesimistis bertambah.

Pada pidato tanpa teks itu, Presiden memberikan sejumlah contoh judul di media massa yang bisa membangun pesimisme publik.

Sejumlah judul itu, kata dia, antara lain “Indonesia Diprediksi Hancur”, “Pemerintah Gagal”, “Kabut Asap Tak Teratasi, Riau Terancam Merdeka”, “Indonesia Akan Bangkrut”, dan “Jokowi-JK akan Ambruk”.

“Kalau judul-judul itu diterus-teruskan di era kompetisi sekarang ini, yang muncul adalah pesimisme. Yang muncul etos kerja tak baik. Yang muncul tidak produktif,” katanya menegaskan.

Ia meyakini judul-judul semacam itu hanya asumsi, namun sangat mempengaruhi.

Dia mengatakan jika judul-judul berita bernada pesimisme muncul terus menerus maka akan menumbuhkan ketidakpercayaan investor.

Investasi, katanya, akan mengalir, namun kalau tidak ada kepercayaan, maka tidak akan ada investasi, modal, dan aliran uang yang masuk.

“Kepercayaan yang bisa bangun adalah media dan pers,” katanya.

Jokowi juga menyinggung media internet yang sering mengabaikan kode etik dan mengejar kecepatan berita sehingga tidak akurat, tidak berimbang dan mencampuraduk antara fakta dan opini.

Dia menilai pers sekarang ini juga mengalami tekanan, kendati bentuknya berbeda dengan era sebelumnya.

“Kalau dulu tekanan pers dari pemerintah, sekarang terbalik. Pers menekan pemerintah. Tapi, yang menekan media sekarang adalah industri pers karena persaingan. Pers ditekan lingkungan sendiri. Inilah yang harus dihindari bersama,” ujarnya.

Pada bagian lain sambutan, Jokowi mengatakan media dan pers berperan dalam pembentukan karakter.

Kepala Negara juga menyoroti tayangan televisi yang mengejar rating dan enggan menayangkan lagu-lagu nasional terutama pada waktu jam premium.

Dia berharap televisi juga menyajikan lagu-lagu nasional seperti Indonesia Raya, Padamu Negeri dan Garuda Pancasila di sela-sela jam tayang premiun, dan bukan ditayangkan selepas tengah malam.

“Sehingga anak-anak kita semua, dari Sabang sampai Merauke hafal lagu-lagu nasional,” katanya.

Peringatan HPN 2016 di Lombok dihadiri sejumlah menteri antara lain Puan Maharani Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Rizal Ramli Menteri Koordinator Kemaritiman, Arief Yahya Menteri Pariwisata, Rudiantara Menteri Komunikasi dan Informatika, Imam Nahrawi Menteri Pemuda dan Olahraga dan Pramono Anung Sekretaris Kabinet.(ant/jos/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
35o
Kurs