Sunhaji Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Surabaya menyampaikan sebagian anggotanya memutuskan untuk keluar dari organisasi karena tidak setuju dengan Undang-undang nomor 22/2009.
Undang-undang nomor 22/2009 sendiri berisi peraturan bahwa angkot harus berbadan hukum baik dalam bentuk koperasi maupun perseroan terbatas.
“Ada sebagian anggota yang memutuskan untuk keluar hari ini. Mereka tidak setuju dengan peraturan di UU Nomor 22 Tahun 2009 itu. Sebagian saja yang keluar, misalnya Lyn WK jurusan Osowilangun-Keputih,” ujar dia, Rabu (10/2/2016) di Surabaya.
Menurut Sunhaji, para anggota yang memutuskan keluar tersebut akan membuat paguyuban angkot sendiri.
“Kami masih berupaya agar mereka tidak jadi keluar. Karena memang tidak ada untungnya. Tapi kami juga tidak memaksa,” ujar dia.
Selama ini, karena memang sudah peraturan, Sunhaji memang mengatakan jika Organda Surabaya tetap mematuhi aturan angkot berbadan hukum tersebut.
“Ya mau tidak mau kan harus mau. Namanya juga peraturan, dan ini diterapkan di seluruh Indonesia. Maka dari itu kami tetap sepakat dengan peraturan ini,” katanya.
Padahal, menurut Sunhaji, peraturan angkot berbadan hukum ini sebenarnya menguntungkan bagi pemilik angkot sendiri.
“Karena pemerintah baru mau memberikan subsidi kalau angkot itu sudah masuk koperasi kan. Tapi mereka yang keluar ini tidak melihat manfaat ini,” ujarnya.
Menurut Sunhaji, Organda Surabaya bersama dinas terkait sebenarnya sudah berusaha melakukan sosialisasi kepada para anggota. Namun tidak pernah digubris oleh para anggota Organda Surabaya.
“Yang ada malah kami (Organda Surabaya) dianggap sebagai corongnya pemerintah. Dianggap memihak pemerintah,” kata Sunhaji.(dop/iss/ipg)