Sabtu, 23 November 2024

Keputusan MA Lebih Tinggi Dari SK Menkumham

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Dari kiri ke kanan Dimyati Natakusumah, Yusuf Warsim, Saifullah Tamliha dalam dialektika demokrasi "PPP Pasca SK Menkumham", Kamis (18/2/2016). Foto : Faiz Fajaruddin suarasurabaya.net

Achmad Dimyati Natakusumah Sekjen DPP PPP menegaskan jika SK PPP yang dikeluarkan oleh Yasonna Laoly Menkumham melanggar hukum, karena bertentangan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang bersifat final dan mengikat. Namun, pihaknya tetap akan mengikuti proses islah dengan kubu Romahurmuzzy.

“Putusan Pak Yasonna Laoly itu melanggar hukum dan bertentangan dengan AD/ART PPP sendiri. Lalu, Menkumham memakai AD/ART yang mana dengan mengembalikan hasil Muktamar Bandung?” ujar Dimyati Natakusumah dalam dialektika demokrasi “PPP Pasca SK Menkumham” bersama Saifullah Tamliha Wakil Sekjen PPP dan Yusuf Warsim direktur ekskeutif Konstituen Indonesia di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (18/2/2016).‎

Menurut Dimyati, putusan MA itu lebih tinggi dari SK Menkumham. Dimana MA sebagai jalan terakhir rakyat dan partai politik untuk mencari keadilan hukum, tanpa harus konflik. “Jadi, dengan putusan MA itu tinggal kemauan politik Menkumham saja untuk mengesahkan Muktamar Jakarta. Karena itu kami tetap akan menggugat putusan Menkumham itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan pengadilan negeri,” ujar anggota MKD DPR RI itu.

Apalagi, proses dan prosedur peradilan tersebut sudah dilakukan oleh DPP PPP termasuk oleh Majelis Pertimbangan Partai (MPP). Kalau Menkumham beralasan karena syarat administrasi tidak dilengkapi, menurut Dimyati, justru pihaknya sudah melengkapi. Bahkan berkirim surat sampai tiga kali, tapi tidak dibalas. “Pak Yasonna itu ingkar terhadap putusan MA dan ini baru pertama kali terjadi di Indonesia,” ujar Dimyati.

Karena itu kata dia, SK Menkumham kembali ke Muktamar bandung itu ilegal. Meski mencantumkan putusan MA No.601 bahwa pihaknya tidak melengkapi adminsitrasi, itu tidak benar.

“Harusnya kalau tidak lengkap, surat kami dibalas. Tinggal mau tidak Pak Yasonna mengesahkan Muktamar Jakarta? Terbukti tidak mau, maka kita gugat sebagai bentuk perlawanan terhadap kedzaliman dan ketidadilan,” kata dia.

Kalau tidak, kata Dimyati, ke depan akan menjadi preseden buruk, di mana setiap partai yang berkusa akan cenderung menggunakan kekuasaannya atau abuse of power, untuk memecah belah partai yang dianggap bersebarangan. “Kalau sekarang Golkar dan PPP, menyusul PKS, nanti bisa partai lain. Ini kan tak boleh dibiarkan,” ujar dia.

Tapi, Saifullah Tamliha melihat ada upaya pemerintah untuk menyelesaikan kegaduhan politik termasuk di Golkar. Pemerintah sebagai pembina parpol berusaha membantu PPP. Untuk itu dikeluarkannya SK Menkumham tersebut dan berlaku selama 6 bulan ke depan. “Jadi, selama itulah elit PPP harus berusaha keras untuk menuntaskan dengan lobi-lobi internal untuk islah,” kata politisi asal Kalimantan Selatan itu.

Kalau tetap ngotot menempuh proses hukum, Tamliha yakin tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi KH. Mamun Zubair atau Mbah Mun Ketua MPP PPP sudah berharap ada intervensi untuk mengesahkan Muktamar Jakarta, dengan datang ke Jokowi Presiden, Menkumham, Megawati dan lain-lain, tapi terbukti ditolak. Sehingga akhirnya Menkumham mengeluarkan SK kembali ke Muktamar Bandung.

Karena itu, Tamliha meminta semua pihak legowo, ikhlas untuk islah, agar PPP bisa mengikuti Pilkada 2017 dan Pemilu 2019. Dengan Suryadharma Ali (SDA) dan Romahurmuziy sebagai Ketum dan Sekjen, maka mereka inilah yang menjadi penentu penuntasan konflik PPP ini.

Toh, kata Tamliha, pemerintah saat ini tidak berkepentingan lagi, karena sudah tidak butuh, mengingat sudah ada Golkar dan PAN. “Jadi, mumpung pemerintah memberi waktu 6 bulan ke depan, mari kita selesaikan. Suka tak suka, apakah ini by design, ayo bersatu, dan pemenangnya tetap SDA,” ujar Tamliha. (faz/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs