Mulai tanggal 21 Februari 2016 lalu pemerintah resmi menerapkan pengenaan Rp200 per kantong plastik terhadap konsumen dalam melakukan transaksi belanja. Hal ini dilakukan pemerintah untuk mengurangi penggunaan plastik di Indonesia.
Namun menurut Said Sutomo Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, peraturan ini dirasa tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pengurangan penggunaan kantong plastik.
Said mengatakan, jika pemerintah benar-benar serius mengurangi penggunaan plastik maka industri hulunya lah yang seharusnya ditangani.
“Jangan industri hilir terus, kalau mau serius mengurangi penggunaan plastik ya industri hulunya yang ditangani. Industri yang memproduksi plastik itu harusnya diberi beban ongkos yang lebih tinggi. Kasih beban pajak yang tinggi. Beri kewajiban industri plastik untuk mengurus peleburan sampah plastik yang nantinya bisa didaur ulang,” kata dia kepada suarasurabaya.net, Selasa (23/2/2016).
Menurut Said, pengenaan harga kantong plastik yang dibebankan kepada konsumen merupakan hal yang tidak mendidik.
“Saya pikir dampaknya bukan karena masyarakat jadi peduli sama lingkungan, tapi lebih kepada tidak mau membayar kantong plastiknya itu. Misalnya, suatu saat kantong plastik itu dicover sama produsen atau pelaku usaha, yakin saya kalau masyarakat pasti memilih menggunakan kantong plastik lagi,” ujar dia.
Said bersikukuh bahwa bukan konsumen lah yang harus menanggung biaya kantong plastik. Sehingga, menurutnya peraturan pemerintah ini masih terbuka peluang untuk dikoreksi kembali.
“Ya memang kantong plastik itu sudah jadi satu kesatuan dari kewajiban yang harus dipenuhi pelaku usaha, bukan konsumen. Saya rasa masih terbuka peluang untuk dilakukan judicial review atas peraturan ini,” ujar dia.(dop/dwi)