Marwan Jafar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) mengatakan penyimpangan Dana Desa pada 2015 hanya sekitar enam persen.
“Hanya enam persen yang tidak sesuai arah pembangunan. Ini pun bukan karena dikorupsi, tapi hanya salah informasi misalnya untuk membangun jalan desa tapi dipakai membangun kantor desa ataupun bangun rumah ibadah. Itu saja, selebihnya semua tepat,” ujar Mendes Marwan Jafar di Jakarta seperti dilansir Antara.
Dana Desa digunakan membangun infrastruktur desa seperti jalan desa, irigasi, sanitasi, jalan usaha tani, dan proyek infrastruktur desa lainnya.
Kemudian pembangunan sepenuhnya memaksimalkan potensi desa mulai dari tenaga kerja, bahan baku, peralatan, sehingga dana desa berputar di desa.
“Dana Desa ini benar-benar untuk pembangunan dan dirasakan masyarakat dengan program yang sepenuhnya ada di desa. Tidak lagi hanya program pusat yang sekadar menetes ke desa. Kebijakan Dana Desa ini termasuk kebijakan radikal yang diterapkan pemerintahan Jokowi-JK,” terang dia.
Pada 2016, dana desa dinaikkan jumlahnya menjadi Rp46,9 triliun, atau dua kali lipat lebih besar dibanding 2015 sebesar Rp20,7 triliun. Dengan kata lain, setiap desa akan mengelola uang secara mandiri sebesar Rp500 juta-Rp800 juta. Bahkan, pemerintahan Jokowi sudah membuat rancangan 2017 dana desa dinaikkan lagi menjadi Rp81,1 triliun sehingga masyarakat desa bisa mengelola dana desa lebih dari Rp1 miliar per desa.
“Kami mengarahkan, mengawal sehingga desa-desa tumbuh menjadi mandiri. Masyarakat desa kita dorong agar merdeka secara ekonomi, sosial, politik, dan dengan kepribadian budaya yang berwibawa di mata dunia,” kata Marwan.
Dalam mengawal Dana Desa agar tepat sasaran, Kementerian Desa diantaranya mendorong dibentuknya badan usaha milik desa (BUMDes) yang bisa menjadi alat bagi desa untuk mewujudkan kemandirian secara ekonomi. Hanya dalam setahun (2015) sudah lebih dari 12.700 BUMDes terbentuk, ditambah 2000 BUMDes yang sudah ada sebelumnya.
“BUMDes ini menjadi wadah membangun ekonomi desa. Bisa dengan membentuk unit usaha pertanian, peternakan, kerajinan UMKM. Juga bisa membentuk unit usaha simpan pinjam, penyewaan alat-alat, termasuk unit usaha jual beli atau perdagangan,” tukas dia. (ant/dwi)