Irman Gusman Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) akan meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) jika polemik pemangkasan jabatan pimpinan DPD tidak kunjung selesai.
Sebelumnya, dalam rapat paripurna DPD pada Kamis, 17 Maret 2016, diwarnai kericuhan. Ini karena pimpinan DPD tidak mau menandatangani Tata Tertib yang sudah menjadi kesepakatan anggota DPD dalam rapat paripurna luar biasa 15 Januari 2016. Satu diantara ketentuan Tata Tertib itu adalah pemangkasan jabatan pimpinan DPD dari semula 5 tahun menjadi 2,5 tahun. Kericuhan terjadi setelah Irman Gusman Ketua DPD tiba-tiba menutup rapat di tengah jalan.
Irman mengaku tidak mau menandatangani karena Tata Tertib hasil rapat paripurna luar biasa itu menyalahi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) pasal 300.
Selain itu, kata Irman, permintaan tanda tangan di depan sidang paripurna adalah bentuk pemaksaan kehendak. Irman bersedia menandatangani asal tidak bertentangan dengan UU.
“Ini sebenarnya pemaksaan kehendak aja kan? Kan ada mekanisme seperti fatwa Mahkamah Agung, karena ini kan lembaga negara yang terikat oleh Undang-Undang. Jadi buat kami, sepanjang tatib itu tidak melanggar undang-undang ya silakan.” ujar Irman di Jakarta, Sabtu (19/3/2016).
Sekadar diketahui, usai sidang paripurna Kamis (17/3/2016), AM Fatwa selaku ketua BK DPD RI mengatakan kalau pihaknya akan memanggil pimpinan DPD RI untuk disidang.
“Hingga paripurna sekarang ini, mereka (pimpinan DPD RI) tidak mau menandatangani. Badan Kehormatan dalam waktu dekat akan mengadakan pleno untuk memanggil, menyidangkan pimpinan DPD RI. Cara yang kami tempuh ini justru untuk mengantisipasi jangan ada tindakan-tindakan yang makin membuat tidak hormat kepada pimpinan DPD RI.” kata Fatwa.(faz/ipg)