Kamis, 28 November 2024

Fahri Hamzah Nilai Perpustakaan Digital Bukan Solusi

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR RI. Foto: Faiz suarasurabaya.net

DPR berniat membangun perpustakaan di Gedung DPR RI yang terbesar se-Asia Tenggara, dan sudah dapat dukungan dari masyarakat yang dipimpin oleh Rizal Mallarangeng. Namun, masih terjadi pro dan kontra di internal DPR RI sendiri. Fraksi NasDem misalnya menolak gagasan dibangunnya perpustakaan tersebut, karena eranya saat ini adalah e-Library.

Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR yang juga mendukung pembangunan perpustakaan tersebut, menegaskan jika perpustakaan baru yang dibutuhkan ini bertujuan mengangkat citra parlemen.

“Kita belum pernah membangun gedung parlemen dan kelengkapannya, sehingga perpustakaan dan museum itu akan menjadi tempat wisata, sehingga menjadi anggota DPR RI itu akan menjadi cita-cita bagi rakyat. Jadi, kita harus perbaiki citra parlemen ini,” ujar Fahri Hamzah di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (28/3/2016).

DPR sebenarnya sudah memiliki perpustakaan di Gedung Nusantara II DPR, tapi perpustakaan itu tidak selevel dengan DPR RI saat ini.

“Yang lama ada, tapi mirip perpustakaan Ketua RT (rukun tetangga). Padahal, saat ini kondisinya tidak layak. Bukunya diikat di bawah lantai, numpuk, dan buku yang diterbitkan anggota DPR tidak ada tempatnya,” ujar politisi PKS itu.

Menurut Fahri, rencana pembangunan perpustakaan ini masuk ke dalam 7 proyek DPR dan mengemuka kembali saat Ade Komarudin ketua DPR RI menerima para cendekiawan, maka Fahri tidak ambil pusing soal anggaran yang dianggap lebih dibutuhkan untuk kepentingan lain dimaksud.

“Anggaran itu urusan pemerintah dan Banggar. Jadi, sudah saatnya DPR RI mempunyai pendukung pemikiran berupa perpustakaan,” kata dia.

Untuk itu Fahri, ingin menggalang gerakan untuk kembali rajin ke perpustakaan. Anak-anak di era sekarang dianggap terlalu lekat dengan gadget, internet, untuk bermain game dibanding membaca buku. Padahal, gadget kalau dibiarkan justru bisa berbahaya untuk anak-anak dan kesehatannya.

Sementara perpustakaan digital dinilai Fahri Hamzah, bukan solusi. Di mana bentuk fisik dan diorama buku dan pustaka itu tetap diperlukan.

“Ada dokumen yang perlu dilihat teksnya. Bagaimana suasana diorama, bagaimana dulu orang hadir di persidangan. Produknya bagaimana?” kata Fahri.

Sebelumnya, Ade Komaruddin menegaskan jika pembangunan perpustakaan itu sejalan dengan rencana pemerintah yang sedang gencar membangun infrastruktur, dan perpustakaan itu sebagai infrastruktur ilmu pengetahuan.

“Saya yakin Jokowi setuju. Untuk memenuhi sebagai perpustakaan terbesar di Asia Tenggara, nanti kita tanya berapa lantai yang diperlukan,” kata Waketum Golkar itu.

Anggaran perpustakaan itu akan termasuk di dalam anggaran proyek DPR di APBN 2016 senilai Rp 570 miliar. Perpustakaan itu nantinya akan menjadi satu gedung dengan gedung baru untuk ruang kerja anggota. Namun, usaha tersebut ditolak oleh anggota DPR RI sendiri, mengingat saat ini yang dibutuhkan adalah e-Library.

“Saat ini mengingat kondisi keuangan negara yang belum memadai di mana terdapat pontensi short fall penerimaan negara sekitar Rp 290 triliun, maka sebaiknya pembangunan perpustakaan itu ditunda,” kata Johnny G Plate Wakil Ketua Fraksi NasDem.

Menurut Johnny, dana yang ada bisa digunakan untuk keperluan negara yang lebih mendesak. Di antaranya untuk pembangunan infrastruktur yang bisa menciptakan lapangan kerja baru.

“Apalagi saat ini trend perpustakaan dari buku fisik ke e-books dan e-library, maka sebaiknya keseluruhan konsep perpustakaan ditinjau kembali agar mampu menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi,” kata anggota Komisi XI DPR itu.

Bahkan menurut Johnny, Kompleks DPR saat ini lebih membutuhkan koneksi internet dan wifi yang kuat. Dengan demikian, akses data untuk riset pun lebih cepat, mudah, dan gampang.(faz/ipg)

Surabaya
Kamis, 28 November 2024
26o
Kurs