Hasil survei dari Lembaga Survei Charta Politika Indonesia menunjukkan Yusril Ihza Mahendra menjadi pesaing terberat Basuki Purnama atau Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2018.
Yang pertama adalah guru besar hukum tata negara dari Universitas Indonesia dan pernah menjadi sekretaris negara serta pernah membuat populer ungkapan “hukum yang menjadi panglima, bukan politik”.
Sedangkan yang kedua pernah menjadi anggota DPR dan diboyong Partai Gerindra menuju kursi wakil gubernur DKI mendampingi Jokowi saat itu.
Dari hasil survei yang dirilis di kantor Charta Politika, Jakarta Selatan, Rabu (30/3/2016) menunjukkan nama Yusril berada di posisi ke dua yang dipilih warga dalam beberapa pilihan survei.
Yunarto Wijaya Direktur Eksekutif Charta Politika menjelaskan nama Yusril berada di posisi ke dua dalam tingkat elektabilitas calon gubernur setelah Ahok. Namun, jumlah persentase yang dimiliki Ahok dan Yusril terpaut jauh.
Dalam simulasi survei tanpa memberikan opsi nama-nama kandidat kepada responden, nama Yusril muncul dengan 7,8 persen melawan 44,5 persen warga yang memilih Ahok.
Sedangkan dalam simulasi survei menggunakan opsi 14 nama kandidat, Yusril masih berada di posisi ke dua dengan persentase meningkat jadi 11 persen dan Ahok 51,8 persen.
Selanjutnya jika survei dilakukan dengan memberikan ke dua nama kandidat gubernur tersebut, Yusril memiliki persentase paling tinggi dengan nama kandidat lain yakni sebesar 20,5 persen berbanding 59,5 persen milik Ahok.
Wijaya menjelaskan alasan nama Yusril menjadi pesaing Ahok yang paling potensial dikarenakan beberapa faktor.
“Yusril sudah mendeklarasikan diri maju sebagai calon gubernur, dia juga sudah bergerak dan ada dukungan, dan paling sering diberitakan media (setelah Ahok),” kata Wijaya.
Selain itu, hasil survei menunjukkan tingkat popularitas Yusril cukup signifikan dengan 79,3 persen di posisi ke empat setelah Ahok, Ahmad Dhani, dan Desy Ratnasari.
Wijaya atau yang akrab disapa Toto menyebutkan Yusril memiliki modal yang cukup untuk memenangkan pilkada.
“Dalam ilmu politik tingkat popularitas di atas 80 persen itu modal yang cukup besar untuk menang dalam pilkada,” kata dia.
Pengumpulan data survei tersebut dilakukan pada 15-20 Maret 2016 melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Jumlah sampel sebanyak 400 responden yang berada di lima wilayah kota administrasi DKI Jakarta. (ant/dwi)