Jihad dan syahid yang dilakukan kelompok Santoso dinilai salah. Hal ini disampaikan Profesor Bambang Pranowo guru besar ilmu Sosiologi Agama UIN Syarief Hidayatullah.
Menurutnya, jihad dan syahid di zaman modern ini, bukan dengan cara teror, apalagi memerangi bangsa sendiri.
“Kalau di Indonesia jelas tidak bisa diterapkan istilah jihad dan syahid karena negara kita tidak dalam perang. Jadi apa yang diusung para pelaku aksi terorisme seperti Bom Thamrin dan juga kelompok Santoso di Poso sana, jelas salah dalam menafsirkan jihad dan syahid,” ujar Bambang Pranowo di Jakarta, Selasa (30/3/2016).
Ia menilai, mereka terbutakan oleh berbagai macam propaganda radikalisme yang dinilai lebih menarik, jelas, tegas, dan memberi jawaban pada persoalan mereka.
“Mereka tahunya sederhana bahwa syahid itu mati ala perang. Padahal tidak seperti itu. Dalam sebuah hadits disebutkan orang yang keluar rumah untuk menuntut ilmu terus meninggal dunia, juga termasuk syahid Jadi syahid itu bukan hanya dengan berperang,” kata Bambang.
Hal yang sama juga disampaikan Profesor Ahmad Satori Ismail Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi). Menurut dia, propaganda paham radikalisme dan aksi terorisme yang terjadi di Indonesia selalu menjadikan kata jihad (berperang di jalan Allah) dan syahid (mati di jalan Allah) sebagai “senjata” untuk membenarkan tindakan mereka. Padahal, dalam Al Quran dan Al Hadits telah disebutkan bahwa jihad dan syahid itu hanya terjadi kalau terjadi perang juga bukan untuk melawan pemerintah, apalagi dengan melakukan teror bom dan kekerasan.
“Jihad dan syahid itu bukan dengan mengangkat senjata melawan pemerintahan yang sah dan melakukan pengrusakan, apalagi teror yang membuat orang takut. Jadi tidak ada hubungannya antara jihad dan syahid dengan aksi-aksi terorisme yang terjadi, baik dalam maupun luar negeri. Mereka tidak paham makna sebenarnya jihad dan syahid dan jelas tidak mengerti Islam,” kata dia.(faz/dwi)