DPR harus segera evaluasi Densus 88 Polri, tuntutan ini muncul dalam rapat Paripurna DPR RI yang akan mengumumkan susunan anggota panitia khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang no 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme.
Teguh Juwarno wakil ketua fraksi PAN dalam interupsi di sidang paripurna mengatakan kasus kematian Siyono terduga teroris asal Cawas Klaten ternyata tidak diautopsi.
Atas kejadian tersebut, kata Teguh, Muhammadiyan, Komnas HAM, Kontras dan pegiat HAM lainnya melakukan autopsi, dan hasilnya menunjukkan bahwa Siyono tewas akibat kekerasan.
Dan hasil autopsi itu berbeda dengan penjelasan Polri.
“Ternyata hasil autopsi yang kemarin diumumkan sangat mengejutkan karena Siyono mati akibat tindak kekerasan, bukan sebagaimana yang dikemukakan oleh jajaran Densus maupun Kepolisian, termasuk Menko Polhukam.” ujar Teguh dalam rapat Paripurna DPR, Selasa (12/4/2016).
Kata Teguh, ini harus menjadi catatan DPR, karena kematian para aktifis Islam yang sudah lebih 100 orang (data Komnas HAM), banyak diantaranya yang diindikasikan tanpa proses penegakkan HAM atau melanggar kemanusiaan.
“Mereka dimatikan, mereka adalah anak-anak bangsa yang mati tanpa berkesempatan melakukan pertanggungjawaban atau lewat proses pengadilan.” kata Teguh.
Sebelumnya, Polri melalui Irjen Polisi Anton Charliyan Kadiv Humas Polri menjelaskan kematian Siyono akibat berkelahi dengan anggota Densus 88 dan kepalanya terbentur.
Sementara hasil autopsi yang dilakukan Muhammadiyah dan Komnas HAM menyebutkan, Siyono tidak melakukan perlawanan, dan bagian kepala Siyono memang ada luka sedikit tetapi luka di kepala itu bukan penyebab kematiannya. Siyono, tewas karena ada beberapa tulang patah menusuk jantung dan tidak ada perlawanan dari Siyono.
Sementara Divisi Propam Polri sejauh ini sedang menginvestigasi terhadap dua anggota Densus yang menangani Siyono.
Irjen Polisi Mochamad Iriawan Kadiv Propam Polri menjelaskan insiden perkelahian antara anggota Densus dan Siyono merupakan kesalahan prosedur anggota Densus 88.
“Memang ada kesalahan prosedur yang dilakukan oleh anggota Densus dalam melakukan pembawaan terduga (teroris). Itu harusnya diborgol tapi mereka (Densus) tidak melaksanakan SOP itu.” ujar Iriawan (6/4/2016).(faz/rst)