Dwi Novantoro Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lumajang menuntut ABD dan IY, dua terdakwa di bawah umur, hukuman tujuh tahun penjara. Tuntutan dibacakan dalam persidangan tertutup di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (26/4/2016).
Kedua terdakwa terlibat pemukulan yang menyebabkan Salim Kancil, aktivis tambang pasir di Desa Selok Awar-awar, Kabupaten Lumajang, meninggal dunia.
Dua terdakwa yang masih berusia 16 tahun tersebut dijerat Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 KUHP, karena ikut memukul Salim Kancil dengan batu.
Alasan yang memperberat tuntuan hukuman untuk terdakwa yaitu karena keduanya mengetahui apa yang akan dilakukan. Sebelum kejadian terdakwa ikut berkumpul di pertemuan yang dilakukan Hariyanto Kepala Desa Selok Awar-awar dengan Mad Dasir seorang kepala preman.
JPU mempunyai pertimbangan lain, yang memperingan keduanya, dijerat pasal 340 KUHP ancaman hukumannya 20 tahun penjara, menjadi 7 tahun.
“Karena berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012, hukumannya dipotong dan menuntut kedua terdakwa 7 tahun penjara,” ujarnya.
Perlu diketahui, pada sidang sebelumnya Tosan memberikan kesaksian. Kalau dirinya dan Salim Kancil menolak tambang pasir yang dikelola Hariyono, Kepala Desa Selok Awar awar (non aktif, red).
Pada 10 September 2015, Tosan didatangi sekelompok orang protambang bercelurit dan menyerangnya.
Serangan kembali terjadi pada Sabtu, 26 September 2015. Mad Dasir termasuk kedua terdakwa mendatangi rumah Tosan maupun Salim Kancil, melakukan pemukulan.
Salim Kancil Tewas. Sedangkan Tosan terluka dan harus menjalani perawatan medis. (bry/iss/ipg)