Memperingati Hari Buruh Sedunia atau May Day, ribuan buruh dari Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Jawa Timur mengaku memiliki empat tuntutan. Di antaranya, penetapan Raperda perlindungan tenaga kerja, pencabutan PP 78, kenaikan upah kerja serta menghentikan kriminalisasi terhadap buruh.
“Kami akan sampaikan aspirasi dan tuntutan kami bersama buruh lainnya di depan kantor Pemprov Jatim,” Kata Doni Ariyanto Kordinator Lapangan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Jawa Timur pada suarasurabaya.net, Jumat (29/4/2016).
Doni menyayangkan janji Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang hingga kini belum memberikan lampu hijau mengenai penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perlindungan tenaga kerja menjadi Perda. Padahal pembahasannya sudah diajukan sejak lama.
“Janjinya pas hari buruh akan diumumkan dan diselesaikan menjadi Perda definitif, tapi sepertinya mereka tak serius,” jelasnya
Menanggapi tuntutan kedua, penghapusan PP Nomor 78/ 2015 tentang pengupahan. Menurutnya, peraturan di dalamnya tidak adil bagi para pekerja atau buruh.
“Karena sangat berpengaruh, karena ada pembatasan mengenai upah perkerja. Itu jelas bertentangan dengan konstitusi, harusnya kan ada survey dan disesuaikan,” ujarnya
Sementara, upah yang selama ini didapat para buruh dinilai kurang sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini. Terakhir para buruh ini mendapat upah rata-rata Rp 3.045.000 per orang. Meskipun demikian, Doni mengakui ada kenaikain sekitar Rp 400 ribu dibanding sebelumnya. Bahkan, ia meminta tahun 2017 nanti, revisi pengupahan harus ditambah Rp 500 ribu sampai Rp 650 ribu.
“Kami juga mengawal mengenai jaminan sosial bagi pekerja, peraturan kontrak pekerja, outsourcing dan lainnya untuk dimasukan dalam Undang-undang atau Perda,” jelasnya.
Selain itu, kebebasan berpendapat bagi pekerja dinilai sangat dibatasi. Ini yang dikatakannya sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
“Kami merasa telah dikebiri untuk menyampaikan pendapat di muka umum, kami juga punya hak untuk menyampaikan aspirasi kami,” katanya.
Lebih lanjut, Doni mengingatkan pada pemerintah, saat ini pekerja lokal khususnya Surabaya harus mulai bersaing menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ini jika dibiarkan juga akan menjadi ancaman bagi para buruh, khususnya persaingan mendapat pekerjaan.
“Itu berbahaya, di Jawa Timur saja sekarang sudah banyak pekerja asing yang menempati sejumlah perusahaan, pemerintah seharusnya juga melihat ini,” jelas Doni.
Meski demikian, para buruh berjanji tidak akan melakukan sweeping kepada pekerja lain untuk ikut unjuk rasa ke Kantor Gubernur pada 1 Mei 2016 nanti. (rdy/ipg)