Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR RI mengaku tidak menggugat PKS, tapi oknum PKS atau petugas partai.
Penggunaan fasilitas partai untuk kepentingan pribadi adalah tradisi buruk dan itu juga yang menjadi pangkal korupsi yang harus dikikis sejak awal. Karena itu, PKS harus bergerak menjadi partai modern yang menyongsong kemenangnan dengan membangun tradisi berorganisasi yang baik dan benar.
Setelah mediasi ke-2 gagal maka terbitlah sidang gugatan pertama pada Selasa (10/5/2016). Mediasi gagal karena menurut peraturan Mahkamah Agung No 1 tahun 2016 itu tidak bisa diwakili dan harus dihadiri oleh mereka yang memiliki otoritas penuh untuk memutuskan konsekuensi mediasi.
“Sungguh disayangkan ketidakhadiran principal, itu menandakan tidak adanya itikad baik untuk menyelesaikan sengketa ini,” ujar Fahri di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Karena itu kata Fahri, setelah menimbang segala situasi terutama tentang kehadiran principal, maka persidangan itu dia anggap sebagai jalan terbaik, dan logis bagi semua, yaitu Fahri Hamzah sebagai penggugat dan bagi 5 principal tergugat, juga pimpinan dan kader partai lainnya.
Menyongsong situasi itu, memasuki masa persidangan, berikut ini beberapa catatan yang penting sebagai konsekuensi gugatan Fahri adalah:
1. Bahwa saya tidak lah menggugat DPP PKS atau Lembaga Partai. Dalam gugatan itu saya, yang menjadi tergugat adalah individu/ person/ orang. Untuk itulah ada penyebutan nama person sebagai tergugat 1 sampai 3 yang kebetulan menduduki jabatan tertentu dalam PKS.
2. Lima orang yang saya gugat adalah: Tergugat II: Hidayat Nur Wahid (sebagai ketua Majelis Tahkim,MT), dan 4 orang sebagai anggota adalah; Surahman Hidayat, Abdi Sumaiti, Sohibul Iman (merangkap Presiden, Tergugat III) dan Abdul Muiz Saadi (merangkap ketua BPDO, Tergugat I).
3. Dalam gugatan perdata memang harus ada tuntutan kerugian materiil dan imateriil sebagai akibat perbuatan melawan hukum yang akan ditanggung oleh para tergugat jika gugatan dikabulkan oleh pengadilan.
4. Angka 500 M dalam gugatan saya tidaklah setara dengan nilai kerugian materiil dan kerugian imateriil yang saya derita secara masif akibat tindakan para tergugat. Angka itu lebih mengacu kepada jumlah struktur DPD yg diperlukan untuk memenangkan partai ke depan. Lebih kurang sejumlah kabupaten dan kota se-Indonesia.
5. Dalam ilmu hukum, kerugian immateriil berupa tercemarnya nama baik, hilangnya harkat dan martabat, terganggunya kemerdekaan dan kenyamanan dalam bekerja, hilangnya trust masyarakat yang dialami oleh seseorang atas sebuah perbuatan melawan hukum, dapat dimintakan penggantian dalam bentuk uang tunai dalam jumlah tertentu, agar masyarakat menjadi taat hukum.
6. Untuk itu angka tuntutan kerugian memang saya tuliskan dengan sadar, selain itu merupakan prasyarat dalam gugatan, juga sebagai bentuk keseriusan saya dalam mengajukan gugatan ke pengadilan. Jika saya menulis Rp1 rupiah maka pengadilan akan mengira perkara ini hanya sandiwara.
7. Jika proses peradilan ini terus berlanjut dan saya dimenangkan, maka sepenuhnya nilai kerugian tersebut akan saya sumbangkan untuk membangun markas dakwah partai dan bantuan bagi kader dan keluarga yang tidak mampu. Saya tidak akan menyentuh sepeserpun dana tersebut.
8. Tentu saya prihatin karena tindakan oknum dalam partai akhirnya menyeret nama partai yang telah kita perjuangkan eksistensinya, kembali rusak. Karena itu presiden partai yang merangkap jabatan dan tidak bisa fokus bekerja selayaknya mengundurkan diri demi kebaikan partai. Pilih saja DPR atu presiden partai.
Demikian untuk menjadi maklum. Untuk para kader, semoga dengan ini maka terjadi pendewasaan dalam berpartai.
“Jadi, yakinlah bahwa dinamika itu baik bagi sebuah organisasi. Karena masih ada saja yang bertanya kepada saya, kenapa mesti menggugat ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dan ke pengadilan segala, bukankah kalau mau islah tidak perlulah ada gugatan? Maka jawaban saya adalah pertanyaan dibalik, apakah jika tidak ada pemecatan mungkinkah ada gugatan? Karena itu marilah kita simak bersama dengan lapang dada dan hati terbuka,” ujar Fahri Hamzah.(faz/dwi)