Sabtu, 23 November 2024

Prihatin Kekerasan Seksual Pada Anak, Warga Surabaya Lakukan Aksi

Laporan oleh Bruriy Susanto
Bagikan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Savy Amira, Jawa Timur, menggelar aksi simpatik di depan Taman Bungkul, Surabaya, Minggu (15/5/2016). Foto : Bruri Susanto suarasurabaya.net

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Savy Amira, Jawa Timur, menggelar aksi simpatik di depan Taman Bungkul, Surabaya, Minggu (15/5/2016). Aksi itu, mereka lakukan dengan memberi tanda tangan di atas kain warna putih sepanjang 6 meter lebar 1 meter.

Sebagai bentuk keprihatinan pada munculnya kasus pemerkosaan, yang dilakukan anak dibawah umur, Savy Amira ingin mengenalkan pada masyarakat Surabaya bahwa ada rancangan Undang-undang penghapusan kekerasan, pelehan seksual.

“Dengan aksi ini, kita ingin mensosialiasasikan mengenai RUU penghapusan seksual itu segera disahkan oleh anggota dewan perwakilan rakyat,” kata Endah Triwijati, salah satu pengurus sekaligus pendiri Savy Amira Jawa Timur, Minggu (15/5/2016).

Desakan agar RUU penghapusan seksual itu dilakukan, mengaca pada kasus kekerasan, pelecehan seksual, pada anak yang baru-baru ini terjadi. Seperti di Bengkulu, dimana korbannya masih anak-anak, diperkosa oleh 14 pelaku, yang masih anak-anak juga.

Kemudian, yang baru saja terjadi di Kota Surabaya, siswi SMP diperkosa 8 anak-anak, yang masih berusia belia. Mulai dari 9 tahun hingga 14 tahun, bahkan masih ada yang duduk di bangku sekolah dasar (SD).

Menurut Endah, dalam kasus kekerasan dan pelecehan seksual, orang tua harus berperan aktif. Dengan memantau ataupun melihat pertumbuhan perilaku pada anaknya. “Dengan siapa bergaul, dan setelah keluar itu seperti apa perilakunya, itu harus dilihat. Tapi jangan langsung ditegur, jika ada perilaku yang aneh,” ujar dia.

Untuk mengenai, dikembalikan anak pada orang tua, Endah masih kurang setuju. Sebab, jika dikembalikan di sekitar lingkungan, nanti akan menjadi polemik di tengah masyarakat.

Endah mengkwatirkan, saat dikembalikan, si anak yang jadi pelaku ini menjadi hujatan atau cercaan warga sekitar. Akhirnya, si anak ini menjadi korban dan dikucilkan oleh lingkungan sekitar.

“Bukannya dinasehati dan mendapatkan pendidikan dan merubah perilaku si anak. Justru menjadikan si anak ini mengalami traumatik psikologi,” ujarnya.

Menurut Endah, yang dilakukan itu adalah menempatkan si anak itu dengan atas ijin orang tua dibawa ke tempat pendidikan khusus anak yang mengalami traumatik ataupun menjadi pelaku. “Tujuannya, agar bisa mendidik, merubah sikap anak, tidak melakukan hal serupa,” ujarnya. (bry/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs