Ada kisah dramatis yang dialami dua survivor pendaki, masing-masing Zirli Gita Ayu Safitri (17) dan Supyadi (27) pendaki asal Cirebon selama tersesat di puncak Gunung Semeru.
Selama lima hari lamanya, mereka harus mempertahankan hidup di tengah ganasnya medan di puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut.
Supyadi salah-seorang pendaki setelah berhasil ditemukan Tim SAR Gabungan pada Sentral FM, Rabu (25/5/2016) dinihari menceritakan jika Supyadi bersama Zirli mendaki bersama empat rombongan lainnya dari Cirebon yang masih terhitung saudara.
Mereka mendaki sejak Selasa (17/5/2016), berangkat dari Ranupani menuju Ranu Kumbolo dan sehari kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Kalimati. Di Kalimati, rombongan ini sempat beristirahat sehari sebelum melanjutkan perjalanannya menuju puncak Mahameru.
Pada Kamis (19/5/2016), rombongan kembali melanjutkan perjalanannya menuju puncak. Sesampainya di batas vegetasi, dua pendaki sakit lalu turun ke Kalimati. Perjalanan dilanjutkan ke Watugede, dan dua pendaki lainnya menyusul sakit dan memilih bertahan dengan mendirikan dome di sana.
Sedangkan, Supyadi bersama Zirli yang kondisinya lebih fit memilih untuk menaklukan puncak gunung dengan ketinggian 3.676 meter diatas permukaan laut (mdpl) tersebut untuk yang pertama kalinya. Namun Supyadi dan Zirli malah tersesat saat turun dari puncak. Mereka rupanya tersesat setelah jalur pendakian tertutup kabut.
“Jalur pendakian tertutup kabut, hingga saya bersama Zirli melenceng dari rute turun seharusnya. Dan perjalanan turun itu mengarahkan kami ke wilayah Blank 75 selama sehari perjalanan. Disana, kami harus berusaha untuk menembus kawasan jurang curam itu dengan alat seadanya,” paparnya.
Saat tersesat, mereka juga sempat memberikan tanda berupa lima batu, hanya saja tertutup embun. Tanda lainnya adalah bekas bungkus makanan dan bekas perapian yang tidak berhasil ditemukan Tim SAR Gabungan.
Lebih lanjut diceritakannya, jurang dengan kedalaman sekitar 75 meter tersebut harus dituruni dengan memanfaatkan potongan bambu dan rotan. Potongan bambu dijadikan alat untuk merosot turun. Sedangkan, Zirli diikat badannya dengan rotan agar tidak sampai terjatuh.
Namun sebelum sampai dasar jurang, kedua pendaki ini terpeleset dan akhirnya terjatuh juga. Mereka sempat beberapa kali terjatuh, diantaranya di kawasan Blank 27 dan di Antrukan atau Patok B. Akibatnya, kaki Zirli terluka meski tidak terlalu serius. Sedangkan Supyadi sendiri juga mengalami luka retak di bagian kakinya namun tak dirasakan. Setelah memastikan kondisi mereka sanggup melanjutkan perjalanan, di benak Supyadi bersama Zirli adalah menemukan sumber mata air.
Sebab, perbekalan air yang mereka miliki juga telah habis. Beruntung, keduanya menemukan air terjun Gunung Boto hingga dengan sumber kehidupan itulah survivor pendaki ini bisa mempertahankan hidup hingga lima hari tersesat di Semeru. Untuk asupan makanan, mereka memanfaatkan apa yang ada di hutan seperti daun, buah, ares hingga rotan muda.
Supyadi bersama Zirli pun memilih bertahan di air terjun Gunung Boto tersebut, menunggu upaya evakuasi dari Tim SAR. Ini setelah mereka sempat mengirimkan SMS kepada keluarga dan sempat berkomunikasi meski sepatah dengan Tim SAR gabungan. Apalagi, di lokasi air terjun Gunung Boto, keduanya juga melihat adanya bekas perapian sehingga yakin lokasi tersebut pernah dijejaki sebelumnya.
Selama bertahan, Supyadi juga tetap berupaya mencari pertolongan dengan naik ke bukit kedua di Gunung Boto dan berkali-kali berteriak. Teriakan itulah yang akhirnya terdengar oleh Tim SAR gabungan.
“Pukul 21.00 WIB, kami sebenarnya telah mendengar suara teriakan survivor dari jarak dua bukit. Teriakan itu terdengar sekali saja. Namun, kami (Tim SAR gabungan, red) memutuskan beristirahat dan melanjutkan pencarian pukul 05.00 WIB keesokan harinya,” kata Irwan Feri, Komandan Sru Basarnas.
Pencarian itu dilakukan dengan berteriak-teriak memanggil survivor. Sampai akhirnya, Supyadi dan Zirli Ayu Gita Safitri ditemukan berada di air terjun dengan ketinggian 1.500 mdpl. Saat ditemukan, posisi kedua korban lemas. Namun pertemuan itu seolah menggugah semangat hidup Supyadi dan Zirli hingga mereka pun bersujud syukur.
“Secara psikologis, keduanya sempat depresi dan putus asa. Karena naik maupun turun mereka juga tidak bisa. Apalagi selama tersesat tidak ada titik terang pencarian. Secara fisik, mereka juga mengalami luka lecet di kakinya,” papar Irwan Feri.
Namun begitu bertemu Tim SAR gabungan, kondisi psikologis keduanya mulai terbangun hingga selama evakuasi turun terlihat wajah yang ceria dan bahkan sempat beberapa kali foto selfi. Setelah tiba di Pos Tawon Songo dan dievakuasi ke RSD dr Haryoto, dinihari tadi Supyadi sempat menjalani perawatan sebentar saja. Ia langsung dibawa keluarga kembali ke kampungnya.
Namun, Zirli sempat menjalani perawatan di ruang Asoka rumah sakit terbesar di Kota Pisang ini. Paginya, keluarga memilihpulang paksa dan langsung meninggalkan Lumajang menuju Cirebon.
Didik, kakak dari Supyadi yang juga berstatus paman dari Zirli Ayu Gita Safitri di RSD dr Haryoto Lumajang menyampaikan terima kasihnya kepada semua pihak yang telah membantu pencarian keluarganyua tersebut.
“Atas kerja keras pencarian selama beberapa hari ini, terima kasih saya smapaikan atas nama keluarga. Terima kasih juga kepada rekan-rekan jurnalis yang mengabarkan informasinya dengan cepat hingga keluarga juga tahu peristiwa ini,” demikian tutur Didik. (her/dwi)
Teks Foto :
1. Proses evakuasi Zirli Gita Ayu Safitri dan Supyadi, dua pendaki asal Cirebon yang tersesat di puncak Gunung Semeru.
2. Zirli Gita Ayu Safitri dirawat di ruang Asoka 11 RSD dr Haryoto Lumajang.
Foto : Sentral FM.