Sekitar 30 juta Muslim di Tiongkok mulai menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1437 Hijriah pada Senin (6/6/2016).
Pada Minggu (5/6/2016) malam, umat Muslim di Beijing memadati masjid-masjid yang tersebar di beberapa wilayah, termasuk Masjid Niujie di kawasan Xi Cheng, untuk menunaikan shalat tarawih.
Seperti dilansir Antara, sekitar 300 orang melaksanakan shalat tarawih di Masjid Niujie, yang merupakan masjid tertua dan terbesar di Beijing.
Masjid Shunyi dan Dongsi, yang merupakan masjid terbesar kedua di kota itu, juga penuh warga yang menjalankan shalat tarawih.
Warga negara Indonesia yang berada di Tiongkok sebagian menunaikan shalat tarawih di masjid setempat, sebagian di Kedutaaan Besar RI di Beijing, atau di Konsulat Jenderal RI, seperti di Hong Kong.
Islam kali pertama masuk ke Tiongkok pada abad ketujuh. Saat ini ada 10 etnis minoritas di Tiongkok yang memeluk Islam, sebagian besar etnis Hui dan Uygur.
Asosiasi Islam Tiongkok mencatat saat ini terdapat sekitar 20 hingga 30 juta Muslim di Negeri Panda, yang tercatat memiliki sekitar 30 ribu masjid. China juga memiliki sekitar 40 ribu imam dan pengajar muslim.
Menurut Asosiasi Islam Tiongkok, sejak 1980 sudah ada sekitar 40 ribu Muslim China yang menunaikan ibadah haji.
Selain itu, Pemerintah Tiongkok kembali menerbitkan kertas putih terkait kebebasan berkeyakinan di Daerah Otonomi Uighur, Xinjiang, termasuk kebebasan menunaikan ibadah puasa selama Ramadhan.
Dalam kertas putih yang diterbitkan dua hari lalu, Pemerintah Tiongkok menyatakan sangat menghargai adanya perbedaan keyakinan di wilayahnya, termasuk di Xinjiang.
Penghormatan dan perlindungan kebebasan beragama oleh Pemerintah Tiongkok dijadikan sebagai salah satu dasar kebijakan nasional jangka panjang.
Konstitusi Republik Rakyat Tiongkok menyatakan “Republik Rakyat Tiongkok menjamin warga negara memiliki kebebasan beragama,” dan “Tidak ada organ negara, organisasi masyarakat atau individu dapat memaksa warga untuk percaya pada agama atau tidak beragama, tidak mendiskriminasikan warga negara beragama dengan warga negara yang tidak beragama.”
Menurut konstitusi, “Negara melindungi kegiatan agama secara baik, namun tidak ada yang bisa memanfaatkan agama untuk mengganggu ketertiban umum, merusak ketentraman warga atau mengganggu sistem pendidikan negara.” (ant/dwi)