
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharapkan dukungan dari Pemerintah dan DPR RI dalam melaksanakan kampanye penjagaan lingkungan hidup yang sehat, khususnya terkait sanitasi air. Oleh pimpinan DPR, Kementerian Keuangan diharap bisa mendukung dengan menyediakan pendanaan pembuatan fatwa hingga pelaksanaan di lapangan.
Demikian hasil pertemuan antara rombongan MUI yang mendatangi pimpinan DPR RI, di Jakarta, Jumat (24/6/2016), yang diterima oleh Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR. Rombongan MUI dipimpin Hayu Prabowo Ketua Bidang Lembaga Pemualihan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam.
Usai pertemuan, Fahri menjelaskan bahwa pemerintah kerap kewalahan karena banyak aturan yang dibuat, namun di lapangan, tak bisa dilaksanakan masyarakat. Karena itu, pemerintah kerap minta tolong kepada para ulama, salah satunya di MUI, supaya membantu pemerintah menggerakkan masyarakat melaksanakan program-program, khususnya terkait isu lingkungan hidup.
Wujud bantuan ulama, seperti lewat MUI, adalah dengan membahas dan kemudian mengeluarkan fatwa MUI.
“Ternyata MUI ini menghadapi intensitas permintaan fatwa yang banyak, terutama yang terkait gaya hidup masyarakat. Saat ini yang dikerjakan tentang sanitasi. MUI mengajak saya dan DPR, agar didukung dalam program sanitasi itu,” kata Fahri.
“Ini kadang aneh tapi nyata. Kadang, orang itu sulit soal kebersihan, kadang negara tak sanggup menyuruh warganya. Kerap kali masyarakat lebih dengar pendetanya atau kyainya supaya mau bersih-bersih. Inilah yang dikerjakan MUI,” ujar dia.
Dengan itu, Fahri mengatakan DPR akan mendesak pemerintah agar menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam rangka pembuatan fatwa, sosialisasi, hingga pelaksanaannya. Selama ini, hal demikian kerap terlupakan.
“Sekarang MUI sering komplain, mereka disuruh buat fatwa, tapi anggaran dari mereka sendiri. Salah satu peran kami adalah mendorong pemerintah, dalam hal ini Kemenkeu, memperjuangkan alokasi anggaran,” ujar Fahri.
Apakah anggota DPR akan ikut berkampanye sanitas itu nantinya? Menjawab itu, Fahri mengatakan bahwa anggota dewan kerap dilihat sebagai partisan. Diakuinya, kadangkala rakyat tak suka bila sebuah nasihat datangnya dari anggota Parlemen. “Jadi soal sanitasi ini biarlah jadi urusan kyai, pendeta, atau yang lain. Jadi supaya efektif. Kalau politisi yang bicara, nanti dianggap kampanye dan pencitraan,” kata Fahri.
Sementara itu, Hayu Prabowo menjelaskan bahwa saat ini MUI sudah mengeluarkan 6 fatwa lingkungan. Salah satu yang sedang diterapkan adalah pembangunan sanitasi masyarakat. Untuk pendanaannya, diambil dari dana sumbangan seperti zakat dan wakaf.
“Ada permintaan dari Bappenas dan Dinas Kesehatan, yang mengaku sistemnya belum komplit. Untuk mengedukasi sanitasi, mereka kekurangan tenaga. Padahal ulama kita ada di pesantren dan sekolah lainnya. Dan merekapun mudah kumpulkan orang. Nah, Ponpes maupun masjid ini yang diberdayakan,” kata Hayu.
Karena pemerintah kekurangan dana, maka digunakanlah dana infaq dan shadaqoh yang sudah ada.
Bagi MUI, isu kesehatan dan lingkungan ini memang penting, sebab akan menentukan indeks pembangunan manusia di Indonesia. Dengan air serta sanitasi yang buruk, secara otomatis indeks yang dimaksud akan rendah.
Hayu menjelaskan, saat ini pihaknya sedang memfinalisasi fatwa tentang pembakaran hutan, yang bertujuan mengurangi perilaku manusia yang membakar hutan. Sebab disadari, 99 persen peristiwa kebakaran hutan dilakukan oleh manusia.
“Bagi kami, air dan udara itu, bila tak dijaga, akan membawa cacat buat anak cucu kita. Banyak pemuda daerah terkena asap, gagal masuk tentara karena paru-paru rusak dan terganggu. Air juga begitu. Kalau rusak, pencernaan bisa rusak,” ujar Hayu.
“Intinya, indeks pembangunan manusia harus dijaga dengan menjaga lingkungan hidup.” kata dia.(faz/iss/ipg)