Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat akan merayakan 1 Syawal atau Idul Fitri pada Kamis (7/7/2016) karena menganut penanggalan Sultan Agung atau penanggalan Jawa Islam.
KPH Yudhahadiningrat Wakil Penghageng Tepas Tanda Yekti Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengatakan, setiap siklus delapan tahun, memang ada tiga tahun yang penanggalannya berbeda antara penanggalan Sultan Agung dengan penanggalan Masehi dalam menentukan 1 Syawal di antaranya pada tahun ini yang merupakan tahun 1949 Jimawal versi penanggalan Sultan Agung.
“Penghitungan tahun di Keraton Ngayogyakarta ini sudah dilakukan secara teliti dan cermat dengan rumus yang baku. Bahkan siklus ini sudah dihitung hingga 120 tahun ke depan,” kata dia dalam jumpa pers di Kompleks Keraton Kilen, Selasa (5/7/2016).
Meski mengikuti penanggalan Sultan Agung, menurut Yudha, Sultan tetap akan melaksanakan shalat Ied pada Rabu (6/7/2016) di Alun-alun Utara Keraton. Hal itu dilakukan sultan lantaran selain sebagai Raja Keraton, dirinya juga merupakan representasi kepala pemerintah di daerah.
“Jadi meski punya penanggalan sendiri pada dasarnya Keraton tetap akomodatif dan menghargai perbedaan pendapat mengenai penanggalan itu,” katanya.
Menurut dia, perayaan Lebaran ala Keraton Ngayogyakarta ditandai dengan penyelenggaraan Gerebeg Syawal serta acara “Ngabekten” pada 7 Juli 2016 yang merupakan tradisi turun temurun di lingkungan Keraton sejak zaman Panembahan Senopati.
Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu Putri keempat Sri Sultan HB X menjelaskan, Ngabekten merupakan prosesi saling memaafkan antara abdi rakyat dan rajanya, sekaligus menunjukkan loyalitas atau bakti seorang abdi atau rakyat kepada rajanya.
Adapun Ngabekten sendiri akan dilaksanakan di Bangsal Kencana Keraton Yogyakarta yang dibagi tiga sesi. Sesi pertama mulai pukul 09.00-12.00 WIB khusus untuk Wakil Gubenur, Bupati, Wali Kota, serta SKPD lainnya serta para pangeran, sesi kedua pukul 13.00-14.00 WIB untuk abdi dalem berpangkat wedono, dan pukul 15.00-16.00 untuk darah dalem atau keluarga keraton.(ant/iss/bid)