Bambang Hariyanto Lurah Medokan Ayu Kecamatan Rungkut mengakui, dia tidak memiliki data jumlah rumah kost yang ada di wilayahnya. Padahal, kawasan Rungkut terkenal dengan kawasan industri. Banyak warga pendatang dari berbagai daerah ke Surabaya untuk bekerja di sana.
“Sampai sekarang kami belum tahu berapa jumlah kos-kosan ini. Soalnya pemilik kos tidak pernah melapor ke kami,” kata Bambang, Rabu (13/7/2016).
Bambang hanya memetakan mana saja kampung yang banyak terdapat rumah kos. Antara lain di RW 1, RW 2, dan RW 3 Kelurahan Medokan Ayu. Itu pun baru bisa dilakukan setelah operasi yustisi.
“Ramadan kemarin kami yustisi ke RW 2. Kami baru tahu kalau ternyata ada banyak kos-kosan di sana,” ujarnya.
Dia telah mengimbau pemilik kos agar mendata semua penghuni kos dan menanyakan di mana mereka bekerja. Menurutnya, pemilik kost tidak boleh asal menerima pendatang yang tidak jelas bekerja di mana.
Bambang menyebutkan, ada 94 RT di wilayah Kelurahan Medokan Ayu. Dia memperkirakan, ada sekitar lima rumah menjadi kos-kosan.
“Berarti, kira-kira ada sekitar 400-an rumah yang dijadikan kos. Hanya itu yang kami tahu,” katanya.
Hal yang sama diakui Didiet Budhi Putranto Lurah Mulyorejo. Dia menyatakan, dari total 12 RW di Kelurahan Mulyorejo, ada dua RW yang diketahui banyak terdapat rumah kost.
“Paling banyak di RW 1, 3, dan 4. Itupun paling banyak dihuni mahasiswa bukan pekerja,” katanya.
Tidak hanya Bambang dan Didiet, sebelumnya Maria Agustin Lurah Mojo Kecamatan Gubeng juga mengatakan tidak pernah memiliki data rumah kost.
Dia berpendapat, selama ini ada kekeliruan persepsi pemerintah kota saat melaksanakan operasi yustisi. Seharusnya, operasi untuk mengontrol urbanisasi itu juga menyasar pemilik kost.
Sebab menurutnya, para pemilik kost-lah yang bertanggungjawab atas kerawanan sosial yang timbul akibat perilaku warga pendatang penghuni kost.
Data rumah kost ini penting, mengingat banyaknya masalah asusila seperti kumpul kebo atau perzinahan dilakukan di rumah kost.
Tidak hanya itu, masalah sosial seperti ancaman teror dari pendatang yang menganut paham radikal juga bisa terjadi karena kurangnya pengawasan terhadap warga pendatang.
Apalagi, berdasarkan Perda 4/2011 tentang Pajak Daerah, rumah kost ternyata berkontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Surabaya.
Pemilik rumah kost dengan kamar lebih dari 10 dengan harga sewa kamar lebih dari Rp750 per bulan, wajib membayar pajak hotel per bulan sebesar 5 persen dari omzet.(den/rst)