Minggu, 24 November 2024

Komisi III Rapat dengan Pemerintah Bahas Amnesti Din Minimi

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Pimpinan kelompok sipil bersenjata Nurdin Ismail alias Din Minimi. Foto: BBC Indonesia

Wacana amnesti atau pengampunan Presiden RI kepada anggota kelompok bersenjata pimpinan Nurdin Bin Ismail alias Din Minimi yang menyerahkan diri akhir Desember 2015 di Aceh, hingga kini masih menjadi pro dan kontra. Mengenai hal itu, Komisi III DPR RI secara khusus mengadakan rapat kerja dengan pejabat pemerintah TNI dan Polri, Kamis (21/7/2016).

Rapat itu melibatkan Luhut Binsar Panjaitan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Sutiyoso Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto Kabareskrim yang mewakili Kapolri, Komisaris Jenderal Polisi Suhardi Alius, Noor Rachmad Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum), dan Mayor Jenderal Setyo Sularso Inspektur Jenderal TNI yang mewakili Panglima TNI.

Dalam pernyataannya, TNI secara tegas meminta agar kelompok Din Minimi diproses secara hukum terlebih dahulu sebelum diputuskan apakah akan diberikan pengampunan atau tidak. Alasannya, ada dua prajurit TNI yang tewas di tangan kelompok bersenjata di Aceh tersebut.

Secara konstitusional, amnesti diatur bersamaan dengan grasi rehabilitasi abolisi sebagaimana tercantum dalam pasal 14 UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Presiden memberi grasi rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung, berikutnya Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.

“Mengacu pada ketentuan tersebut, pemberian grasi rehabilitasi amnesti dan abolisi pada hakekatnya bukanlah upaya hukum, namun merupakan hak prerogatif Presiden, bukan kekuatan yudikatif. Berkaitan dengan kasus Din Minimi, TNI berpendapat Din Minimi sudah berbuat kejahatan dan kriminal dimana anggota kami dibunuh oleh mereka, yang pertama adalah Serda Indrawan, dan yang kedua Serda Hendriyanto,” kata Mayjen Setyo Sularso dalam raker dengan Komisi III, di Gedung DPR.

Panglima TNI melalu Setya mengatakan bahwa semua prajurit adalah anak-anaknya. Maka dari itu, siapa yang membunuh prajurit TNI harus diproses hukum dulu.

“Setelah proses tersebut jalankan, silahkan mau dibuat apa, tetapi harus melalui proses hukum dulu. itulah yang kami inginkan karena prajurit kami adalah orang-orang bertugas untuk negara mereka tidak bisa kemudian dianggap seperti sia-sia,” kata dia.

Menurut Bambang Soesatyo Ketua Komisi III DPR, sampai saat ini ada 102 orang yang belum bisa dipertimbangkan untuk mendapatkan pengampunan karena status hukumnya belum jelas.

Apa yang disampaikan TNI dan Polri sebagai institusi, kata Bambang, bahwa kelompok Din Minimi sudah melakukan tindak kejahatan, harus menjadi pertimbangan DPR dalam memberikan pertimbangan kepada Presiden.

Junimart Girsang Anggota Fraksi PDI Perjuangan memaparkan pentingnya hukum sebagai panglima dalam kasus ini. Tidak alasan yang mengatakan politik bisa mengalahkan hukum. Artinya, para pelaku pemberontakan harus menjalani proses hukum.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Sarifuddin Suding Anggota Fraksi Partai Hanura. Ia mengatakan agar tindak lanjut proses ini tetap berpijak pada kedaulatan hukum. Setelah mendapat status hukum yang jelas, baru Presiden bisa mengambil langkah selanjutnya.

Sementara itu, Aziz Syamsuddin dari Fraksi Partai Golkar mendukung pemberian pengampunan, dengan melihat fakta bahwa kelompok Din Minimi menyerahkan diri setelah melakukan musyawarah dan mencapai kesepakatan dengan Kepala BIN, bukan ditangkap.

“Jadi, kita bisa lakukan diskresi dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Pasal 35 huruf C, yang memberikan wewenang untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum,” kata dia dalam rapat.

Dalam forum yang sama, Noor Rachmad Jampidum menjelaskan bahwa Presiden bisa memberikan amnesti dan abolisi atas pertimbangan DPR. Akan tetapi, dalam kasus ini harus terlebih dulu ada keputusan Mahkamah Agung apakah statusnya tindakan kriminal atau politis.

Sebelum rapat diskors, Luhut Binsar Panjaitan Menkopolhukam berpendapat apa yang disampaikan dan menjadi bahasan dalam rapat pada hari ini tidak akan bisa ketemu jalan keluarnya jika murni berpatokan pada hukum.

“Oleh karena itu, kearifan bapak dan ibu anggota DPR sangat diperlukan untuk menyelesaikan persoalan ini. Kalau berbicara soal hukum, pasti akan berbeda dan ada kekurangannya. Padahal, kami berbicara untuk kepentingan nasional yang lebih besar yaitu keamanan,” kata dia.(faz/den/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
27o
Kurs