Fahri Hamzah (FH) Wakil Ketua DPR hadiri sidang kasus pemecatan diirnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda penyerahan alat bukti, Senin (25/7/2016).
Fahri didampingi Mujahid kuasa hukumnya dalam rangka menyerahkan salah satu bukti asli dari 48 butir bukti yg diajukan dalam persidangan sebelumnya.
Bukti asli ini berupa ponsel yang digunakan Fahri berkomunikasi dengan beberapa pimpinan PKS sebelum terjadinya pemanggilan oleh Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) DPP PKS. Selain percakapan via WhatsApp, ponsel tersebut juga digunakan Fahri untuk mencatat notulensi berbagai pertemuan dengan pimpinan PKS.
Mujahid menjelaskan, bukti tersebut menunjukkan bahwa rentetan pertemuan Fahri dengan Ketua Majelis Syuro PKS bersifat pribadi (hanya diundang via WhatsApp), tidak ada surat menyurat atau surat keputusan kelembagaan yang memutuskan saudara Fahri harus melepaskan jabatan sebagai pimpinan DPR.
Materi pembicaraan antara FH dengan Salim Segaf Aljufri pun tak lebih sebagai diskusi. Menanggapi permintaan mundur dari Salim Segaf Al Jufri yang merupakan permintaan yang bersifat pribadi tanpa putusan lembaga, maka Fahri meminta waktu untuk mempertimbangkan berbagai hal secara matang, karena pilihan mundur seseorang dari jabatan elected diatur oleh UU sebagai otoritas individu yang tidak boleh dilakukan dalam keadaan terpaksa.
“Salim Segaf Al Jufri dalam WhatsApp-nya tanggal 14 Desember 2015 menyebutkan bahwa `saya tidak akan maksa antum mundur, itu pilihan antum, yang penting besok kita ngobrol-ngobrol`,” ujar Mujahid di PN Jaksel, Senin (25/7/2016).
Namun setelah pertemuan terakhir itu, kata dia, Fahri kemudian mendapatkan panggilan pertama dari Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) DPP PKS.
“Artinya Fahri Hamzah sebenarnya tidak memiliki kesalahan apapun sebagaimana berbagai tuduhan yang dipersidangkan oleh BPDO dan Majelis Qodho PKS. Penolakan permintaan pribadi Salim Segaf Aljufri lah yanh menjadi dasar lembaga menyusun berbagai delik tuntutan,” kata dia.
Bagi Fahri, menurut Mujahid, partai adalah badan hukum publik yang memiliki mekanisme yang diatur oleh UU, dan di sisi lain jabatan pimpinan DPR juga merupakan jabatan publik yang juga mekanismenya diatur oleh UU. Harus ada pemisahan ruang pribadi dan kelembagaan.
“Berdasarkan alat-alat bukti yang ada mengungkapkan bahwa pemecatan terhadap Fahri Hamzah yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat bukan berdasar fakta pelanggaran tetapi lebih sebagai keinginan para pimpinan PKS saat ini,” ujar Mujahid.(faz/iss/ipg)