Terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak akan diikuti oleh perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Hal ini disampaikan oleh Joko Widodo Presiden dalam sesi tanya jawab pada sosialisasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Grand Ballroom Rama Shinta, Patra Jasa Semarang Convention Hotel, Selasa (9/8/2016) malam.
Sebagai gambaran, presiden menjelaskan bila PPh Badan di Singapura sebesar 17 persen, sementara di Indonesia PPh Badan sebesar 25 persen. “Kenapa kita harus 25 persen? Kita ini bersaing. Bisa lari ke sana semua,” kata presiden.
Perubahan Undang-Undang tersebut kini tengah dikaji. Pajak Pertambahan Nilai misalnya, jika negara lain bisa lebih rendah, tentunya kita pun harus bisa. “Mungkin dari PPN 25 persen ke 20 persen dulu, baru ke 17, Meski tidak menutup kemungkinan untuk langsung ke 17 persen, jika setelah dikalkulasi memang memungkinkan,” kata Jokowi.
Meski perubahan tiga Undang-Undang tersebut harus melalui proses pembahasan di DPR, presiden meyakini bahwa para anggota DPR akan mendukung proses pembahasan itu.
Presiden mengatakan ketidakpastian tengah dihadapi banyak negara, seperti negara-negara di Timur Tengah dan Uni Eropa. Semua negara tengah berusaha merebut uang dan investasi agar masuk ke negaranya. “Kita sama, tapi perbedaannya adalah yang sudah bertahun-tahun tidak kita kerjakan. Kita sebetulnya memiliki uang itu tapi masih ada disimpan di bawah kasur, di dalam bantal ada juga di luar negeri. Apakah Presiden tahu? Saya pastikan 100 persen tahu. Nama, alamat, paspor ada di kantong saya,” ujar presiden.
Data-data itu, hanya akan digunakan untuk kepentingan bangsa dan negara. Oleh karenanya pemerintah telah menyiapkan payung hukum tentang Tax Amnesty, yaitu Undang-Undang Pengampunan Pajak.
“Supaya ada kepastian hukum, bukan Perpres atau peraturan lainnya. Sudah Undang-Undang artinya kepastiannya juga sudah jelas,” ujarnya.
Tentang adanya pihak yang mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Pengampunan Pajak di Mahkamah Konstitusi, presiden menjelaskan bahwa peristiwa seperti itu merupakan hal biasa. “Jawaban saya Undang-Undang apa yang tidak di-MK-kan. Buat saya santai-santai saja. Tapi perlu saya sampaikan bahwa pemerintah akan bekerja sungguh-sungguh, akan all-out menjelaskan bahwa ini adalah untuk kepentingan yang lebih besar, untuk negara dan bangsa,” kata presiden.
Pemerintah juga telah menyiapkan instrumen investasi jika uang-uang itu telah masuk, baik jangka pendek, menengah dan panjang. Investasi jangka pendek diantaranya melalui SBN, Surat Utang Negara, Sukuk, obligasi BUMN. Untuk investasi jangka menengah dan panjang akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur, baik pembangunan pelabuhan, jalan tol, transportasi massal di kota besar, bandara dan juga pembangunan pembangkit listrik.
Pembangunan infrastruktur dikatakan adalah upaya mengejar ketertinggalan dan agar negara kita dapat bersaing. “Ini kebutuhan bukan keinginan, kalau kita ingin bersiang. Kalau tidak siap, jangan harap kita mau bersaing. Kita ditinggal negara lain, Vietnam sudah tinggalkan kita, kita gak mau ditiggal. Kita harus mengejar,” kata presiden.
Mengenai kerahasiaan data, presiden menjamin bahwa data tentang Wajib Pajak yang memanfaatkan program Pengampunan Pajak tidak bisa dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dan tidak bisa diminta oleh siapapun, serta tidak diberikan juga kepada siapapun. “Yang membocorkan kena 5 tahun pidana,” kata presiden.
Sri Mulyani, Menteri Keuangan, turut mendapingi presiden dalam mensosialisasikan amnesti pajak di Semarang ini.(jos/iss/ipg)