Minggu, 24 November 2024

Seorang JCH Asal Pamekasan Patah Tulang Saat di Makam Nabi

Laporan oleh Eddy Prastyo
Bagikan
Masjid Nabawi. Foto: Eddy suarasurabaya.net

Seorang Jemaah Calon Haji (JCH) kloter 2 embarkasi Surabaya menjadi korban patah tangan setelah berdesak-desakan saat ziarah di makam Nabi. Korban bernama Sunarti (67) asal Pamekasan.

Dokter Dharmawan Eko petugas kesehatan kloter 1 embarkasi Sumenep mengatakan, Sunarti sudah dibawa ke Rumah Sakit Al Anshar Madinah setelah kejadian Minggu (14/8/2016) pukul 7 pagi waktu setempat.

Menurut Dokter Dharmawan, kecelakaan itu terjadi karena rukuh milik Sunarti tersangkut kakinya sendiri, lalu terjerembab.

“Karena waktu itu ribuan jemaah perempuan berdesak desakan untuk ziarah Nabi di area roudloh, tangan korban terinjak jamaah lain dan mengalami patah tulang,” katanya.

Menurut Dokter Dharmawan, melihat kondisinya, ada kemungkinan Sunarti ikut proses puncak haji mulai wukuf, sai, sampai lempar jumroh, meskipun tangannya harus digips.

Belajar dari kasus ini, Dokter Dharmawan Eko berpesan pada para jemaah calon haji lainnya untuk memperhitungkan risiko, kesiapan, dan kemampuan diri. Perhitungan itu penting supaya tidak terjadi insiden yang merugikan proses ibadah di tanah suci.

Selain kasus patah tulang di roudloh karena berdesak-desakan, kasus kesehatan risiko tinggi yang dirujuk ke rumah sakit pemerintah Arab Saudi Al Ansor Hospital, juga terjadi di kloter 1 embarkasi Surabaya dari Kabupaten Sumenep.

Seorang jemaah calon haji asal Kecamatan Batang-batang bernama Nadar sudarso (54) dirujuk ke rumah sakit karena menderita sirosis hepatis. Ginjalnya mengecil karena sebelumnya punya riwayat hepatitis B atau C. Kondisi Nadar waktu dibawa ke rumah sakit dari maktab, hampir tidak sadarkan diri.

Di kloter 1 embarkasi juanda, semakin lama jumlah keluhan kesehatan jemaah meningkat. Menurut Dokter Dharmawan Eko, meskipun meningkat kasusnya tergolong ringan, seperti flu, gatal-gatal, pusing, alergi, dan gangguan pencernaan.

Kasus-kasus itu terkait dengan panas ekstrim di Madinah, masalah adaptasi makanan, dan penyakit bawaan dari tanah air. Sebenarnya masalah-masalah kesehatan itu bisa ditangani sendiri, tapi menurut Retty Arianti, petugas medis kloter 1 jemaah lebih merasa nyaman ditangani petugas kesehatan kloter.

Suhu tertinggi selama 5 hari di Madinah, suhu mencapai 45 derajat Celsius pada siang hari mulai pukul 11.00 sampai 17.00 waktu setempat. Sedangkan malam hari di kisaran 35 sampai 38 derajat Celsius.

Kondisi ini menimbulkan dampak kesehatan, seperti kulit serasa terbaka, mimisan karena tidak memakai masker. Selain memakai masker yang sudah dibasahi, juga diharuskan untuk membawa semprotan untuk semprot wajah, tangan atau kepala waktu terjadi angin panas menerpa. Dan mengonsumsi air sesering mungkin, serta makan sayuran dan buah secukupnya, hal ini bisa membantu tubuh agar tidak dehidrasi. (eddy/zha/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
27o
Kurs